Aset Kripto Tak Berizin Bappebti Bakal Kena Tarif PPN Lebih Tinggi

6 April 2022 12:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung berada di sebuah kafe yang menampilkan tren dan harga terbaru berbagai cryptocurrency di Nakhon Ratchasima, Thailand. Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung berada di sebuah kafe yang menampilkan tren dan harga terbaru berbagai cryptocurrency di Nakhon Ratchasima, Thailand. Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada aset kripto. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, yang berlaku mulai 1 Mei 2022.
ADVERTISEMENT
Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL Ditjen Pajak, Bonarius Sipayung, menjelaskan bahwa otoritas pajak membedakan tarif PPN aset kripto berdasarkan izin Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Adapun aset kripto yang telah berizin Bappebti dikenakan tarif PPN lebih rendah, yakni 1 persen dari dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.
Sedangkan aset kripto yang belum berizin Bappebti akan dikenakan tarif PPN sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
"Yang di Bappebti lebih rendah karena masuk dalam sistem, dia terdaftar, muncul di Bappebti. Sementara perdagangan di kripto kita tahu sendiri, siapa saja bisa masuk, membuat market sendiri tanpa terdaftar di Bappebti, ini kita kenakan tarif lebih tinggi," ujar Bonar saat konferensi pers secara daring, Rabu (6/4).
ADVERTISEMENT
Untuk itu, katanya, jika penyelenggara aset kripto ingin mendapatkan tarif PPN yang lebih murah, harus terlebih dahulu mendapat izin Bappebti. Menurut Bonar, kebijakan tersebut selaras dengan kebijakan Kementerian Perdagangan untuk menumbuhkan perkembangan kegiatan usaha aset kripto yang aman di Indonesia.
"Kalau enggak mau diatur, kena tarif lebih tinggi. Kita harus selaras dengan Kemendag, yang ada di sistem kementerian itu kita dukung dengan tarif yang lebih rendah," jelasnya.
Dalam PMK 68/2022, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa Aset Kripto oleh Penjual Aset Kripto; Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan Aset Kripto, oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Dan/atau Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi Aset Kripto dan/atau jasa manajemen kelompok Penambang Aset Kripto (mining pool) oleh Penambang Aset Kripto," tulis Pasal 2 bagian c.
ADVERTISEMENT
Adapun penyerahan aset kripto tersebut meliputi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap); dan/ atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.
Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Selain PPN, aset kripto juga dikenakan pajak penghasilan (PPh). Pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).
Penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan ataupun pertukaran aset kripto. Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1 persen. PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.
ADVERTISEMENT
Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.
Bagi penambang, pada Pasal 30 ayat (1) mengatur adanya pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1 persen. Bagi penambang, PPh Pasal 22 juga harus disetorkan sendiri.