Asosiasi E-commerce Minta Pemerintah Hati-hati Pungut Pajak Perusahaan Digital

9 September 2020 19:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sengkarut Pajak Transaksi e-Commerce Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sengkarut Pajak Transaksi e-Commerce Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesian E-commerce Association (idEA) meminta langkah pemerintah menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap perusahaan digital, dilakukan secara hati-hati dan bertahap.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum idEA, Bima Laga, merespons keputusan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang menambah 12 perusahaan digital ke dalam daftar yang dikenai PPN sebesar 10 persen.
"Kami berharap implementasi PPN BKP (Barang Kena Pajak) Tidak Berwujud perlu dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Terutama dalam penunjukan pemungut dan pelapor dari PPMSE Dalam Negeri," ujar Bima kepada kumparan, Rabu (9/9).
Pada dasarnya, kata Bima, mereka mengapresiasi langkah pemerintah. Dia mengaku sudah berkomunikasi dengan beberapa platform di bawah asosiasi mereka, yang sudah masuk ke dalam daftar pungutan pajak.
Sengkarut Pajak Transaksi e-Commerce Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan
Namun, Bima tetap berharap agar Ditjen Pajak lebih mengutamakan untuk memungut pajak bagi perusahaan luar negeri.
"Kami berharap DJP lebih mengutamakan untuk menunjuk langsung Pedagang/PPMSE Luar Negeri. Sebab PPMSE Dalam Negeri tidak bertanggung jawab dalam menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, DJP Kemenkeu menunjuk 12 perusahaan global sebagai pemungut PPN ini. Seluruh perusahaan yang telah ditetapkan itu, akan mulai dipungut PPN sebesar 10 persen mulai Oktober 2020.
Mayoritas yang masuk daftar merupakan perusahaan luar negeri seperti LinkedIn, Zoom, hingga Twitter. Sementara platform dalam negeri, yakni e-commerce Shopee hingga JD.ID.