Aspakrindo: Pajak Kripto di RI Lebih Mahal Dibanding di Luar Negeri

25 Oktober 2022 19:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi grafik pasar saham kripto. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi grafik pasar saham kripto. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mencatat pajak kripto yang diterapkan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan yang diterapkan di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.
Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
Sementara untuk pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).
Penjual ini dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1 persen. Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.
ADVERTISEMENT
"Data internal kami menemukan, pajak menyebabkan efek yang berkepanjangan bagi exchange lokal dibandingkan dengan exchange global. Dibanding global, volume transaksi exchange lokal belum bisa rebound setelah pajak diberlakukan," kata Ketua Umum Aspakrindo, Teguh Kurniawan Harmanda kepada kumparan, Selasa (25/10).
Pemerintah sendiri berhasil mengantongi Rp 159,12 miliar dari pajak transaksi aset kripto sejak 1 Mei hingga 30 September 2022. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 82,85 miliar berasal dari PPN dan Rp 76,27 miliar dari PPh aset kripto.
"Fee transaksi ditambah pajak yang diterapkan oleh exchange lokal kalah kompetitif dengan exchange global yang lebih jauh rendah dengan rata rata trading fee mereka. Hal ini yang membuat nasabah beralih untuk mencari cost trading termurah," jelas Teguh.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Teguh mengatakan pihaknya terus mendorong penegakan penerapan pajak kepada exchange global dan tidak terdaftar, sehingga menghasilkan equal playing field dan memberikan fasilitas perpajakan yang lebih suportif bagi market maker dalam rangka membentuk likuiditas di Indonesia.