Astra Kerek Capex 2022 hingga Rp 25 Triliun, Seperti Sebelum Pandemi COVID-19

5 Agustus 2022 15:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menara Astra, tempat PT Astra International Tbk berkantor.  Foto: Dok. Astra
zoom-in-whitePerbesar
Menara Astra, tempat PT Astra International Tbk berkantor. Foto: Dok. Astra
ADVERTISEMENT
PT Astra International Tbk (ASII) akan menambah belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga Rp 25 triliun. Belanja modal itu sudah termasuk investasi perseroan untuk bank digital melalui akuisisi Bank Jasa Jakarta.
ADVERTISEMENT
Head of Investor Relations Astra International, Tira Ardianti menjelaskan apabila situasi pandemi COVID-19 sudah mulai pulih, pihaknya akan melanjutkan investasi pada perusahaan-perusahaan baru. Hal tersebut juga akan membuka peluang bahwa biaya belanja modal dan investasi meningkat.
"Terkait dengan rencana belanja modal tentunya bisnis dengan waktu tahun ini membaik memang kan ada kemungkinan Bank," ujar Tira dalam acara Workshop Wartawan Pasar Modal 2022, Jumat (5/8).
Tira mengungkapkan bahwa besaran capex tahun 2022 telah menyamai periode sebelum pandemi. Sebelumnya, perseroan menyiapkan belanja modal sekitar Rp 19 triliun.
"Capex kayaknya tahun lalu itu full year sekitar Rp 8-9 triliun. Kemudian untuk tahun ini capex-nya ada di kisaran Rp 20-an triliun lebih bisa Rp 20-25 triliun, tergantung sekali lagi tadi saya bilang peluang-peluang bisnis baru yang bisa kami realisasikan," tambah Tira.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, sebagian besar capex akan dialokasikan untuk membeli alat-alat berat kebutuhan grup PT United Tractors Tbk (UNTR). Khususnya kontraktor pertambangan milik UNTR yaitu PT Pama Persada Nusantara.
Menurut Tira, dari unit bisnis lain juga dianggarkan belanja modal rutin yang akan dibelanjakan. Mulai dari otomotif, agribisnis, maupun segmen lainnya dan tak terkecuali untuk inisiatif digitalisasi di grup Astra.
"Ada peluang investasi-investasi kami yang kemarin sempat tertunda karena pandemi akhirnya bisa dilakukan setelah situasi relatif membaik. Itu membuka peluang bahwa biaya belanja modal dan investasi akan meningkat jika ada peluang bisnis baru,” pungkas Tira.