Aturan Batasan Pembeli Pertalite Tak Kunjung Rampung, Pemerintah Ragu-ragu?

15 Agustus 2022 14:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mulai 1 Juli 2022, beli pertalite dan solar di SPBU wajib daftar MyPertamina. Foto: Dok. Pertamina Patra Niaga
zoom-in-whitePerbesar
Mulai 1 Juli 2022, beli pertalite dan solar di SPBU wajib daftar MyPertamina. Foto: Dok. Pertamina Patra Niaga
ADVERTISEMENT
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pemerintah masih terlihat ragu-ragu dalam membatasi penyaluran BBM subsidi Pertalite dan Solar. Hal ini karena pengesahan revisi Perpres No 191 Tahun 2014 belum kunjung dilakukan.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam beleid tersebut nantinya akan tercantum kriteria pembeli Pertalite dan Solar yang semakin spesifik, sehingga tidak semua golongan masyarakat bisa menikmati BBM bersubsidi tersebut.
Mamit menilai bahwa masih banyaknya penyelewengan serta penyaluran BBM subsidi yang tidak tepat sasaran membuat kuota semakin menipis. Semua ini lantaran belum ada aturan yang jelas mengenai siapa saja yang berhak menggunakan BBM subsidi.
Sehingga jika tidak ada pembatasan, dia memperkirakan subsidi dan kompensasi yang harus dibayar pemerintah akan jebol di akhir tahun. Ini akan berdampak kepada kelangkaan Pertalite dan Solar yang sejauh ini sudah terjadi di beberapa wilayah.
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) sudah mulai melakukan pendataan pengguna BBM subsidi melalui pendaftaran MyPertamina. Namun, kata Mamit, pembatasan belum dilakukan karena payung hukum belum diterbitkan.
Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Jadi saya bingung di satu sisi pemerintah selalu menyampaikan keluh kesah subsidi kita berat sudah Rp 502 triliun, tapi di sisi lain upaya melakukan pembatasan melalui Perpres tak kunjung ditandatangani, jadi ada semacam tarik ulur," katanya saat Market Review IDX Channel, Senin (15/8).
ADVERTISEMENT
Mamit juga menegaskan, pemerintah masih belum memiliki political will yang kuat untuk mengendalikan penyaluran BBM subsidi ini. Selain belum disahkannya Perpres No 191 Tahun 2014, pernyataan yang simpang-siur selalu dikeluarkan oleh para pejabat.
"Political will-nya selama ini tidak jelas kepada masyarakat, menteri yang seharusnya mengurusi energi mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunakan BBM subsidi, tapi menteri yang tidak ada hubungannya justru mengatakan akan ada kenaikan," tuturnya.
"Jadi akhirnya ini beda-beda, harusnya satu suara kalau Pak Jokowi bilang ini perlu ada pembatasan dan lain-lain. Bagaimana political will oleh pemerintah untuk menjaga agar kuota tetap sama, beban negara tidak terlalu besar," tambah Mamit.
Cara Lain Kuota BBM Subsidi
Selain membatasi penyaluran, Mamit mengusulkan cara lain untuk memastikan kuota BBM subsidi aman hingga akhir tahun. Pertama, dengan menambah kuota penyaluran agar tidak ada kekosongan pasokan dan meredam gejolak di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dia menyarankan agar kuota Pertalite ditambah 5 juta kiloliter (KL), sedangkan Solar ditambah 1,5 juta KL agar konsumsi masyarakat aman hingga akhir tahun. Menurut perhitungannya, pemerintah butuh dana tambahan Rp 65 triliun.
Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Kalau kita total sampai dengan akhir tahun kurang lebih dibutuhkan Rp 65 triliun bagi pemerintah untuk tetap menjaga pasokan Solar dan Pertalite sampai akhir tahun, sehingga tidak terjadi gejolak di masyarakat. Itu dengan tidak ada kenaikan harga," paparnya.
Lalu yang kedua, agar beban fiskal penambahan kuota ini bisa berkurang, pemerintah bisa menaikkan harga jual BBM subsidi agar tidak terlalu jauh dengan BBM non subsidi, sehingga ada pergeseran konsumsi masyarakat.
"Revisi Perpres No 191 tahun 2014 saja tidak tidak kunjung ditandatangani berarti dengan demikian ada keragu-raguan bagi pemerintah untuk melakukan pembatasan saja sulit, apalagi untuk menaikkan harga," tegas Mamit.
ADVERTISEMENT
Jika hal ini dilakukan, perlu ada upaya edukasi lebih lanjut kepada masyarakat agar bisa beralih mengkonsumsi kepada BBM nonsubsidi. Selain itu, pemerintah juga bisa mekalkulasikan dampaknya kepada laju inflasi.
"Ini yang saya tangkap bahwa pemerintah pasti akan menghitung ulang terkait dampak dan saya kira solusi saat ini adalah mau tidak mau ada penambahan kuota itu sampai nanti akhir tahun dengan harga yang tetap sama," pungkasnya.