Aturan Tembakau Diminta Libatkan Akademisi hingga Industri

3 Agustus 2022 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok PT Praoe Lajar yang menempati bekas kantor perusahaan listrik swasta Belanda NV Maintz & Co, di kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/2/2022).  Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok PT Praoe Lajar yang menempati bekas kantor perusahaan listrik swasta Belanda NV Maintz & Co, di kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/2/2022). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah diminta untuk melibatkan seluruh pihak, mulai dari akademisi hingga industri, dalam membuat aturan tembakau, termasuk rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pakar Kebijakan Publik Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Riant Nugroho menjelaskan, pelibatan pihak dari akademisi, kesehatan, petani, pelaku industri, dan tenaga kerja, dalam penyusunan kebijakan publik merupakan hal sangat krusial. Untuk itu, industri hasil tembakau (IHT) dinilai perlu dilibatkan sejak awal proses revisi PP 109/2012.
“Sebagai objek kebijakan, pelaku IHT harus dilibatkan dari proses awal, penyusunan naskah akademik, hingga keseluruhan proses. Apabila tidak ada keterlibatan dari objek kebijakan secara proses administrasi publik, kebijakan yang dibuat tidak memenuhi kelayakan,” ujar Riant dalam keterangannya, Rabu (3/8).
Dalam prinsip good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, diperlukan akuntabilitas untuk memastikan adanya komunikasi secara detail, rinci, dan komprehensif untuk membuat kebijakan tersebut. Menurut Riant, aspek ini luput dilakukan pemerintah dalam proses revisi 109/2012.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, proses konsultasi dan uji publik yang tidak inklusif dikhawatirkan hanya akan menghasilkan kebijakan sia-sia, yakni tidak menjadi solusi bagi kebutuhan masyarakat luas.
“Dalam sejumlah konsultasi publik, sebenarnya bukan konsultasi publik, tapi bagaimana pejabat mengundang banyak stakeholder yang hanya setuju dengan gagasan pemerintah saja. Hasilnya terjadi ketidakseimbangan dalam proses konsultasi publik tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wijaya bahkan menduga ada kesengajaan untuk tidak melibatkan pelaku IHT dalam proses revisi PP 109/2012. Dia mengatakan, pelaku IHT diundang secara mendadak pada uji publik yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada pekan lalu.
“Kami bahkan baru menerima undangan satu hari sebelum uji publik yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK. Proses usulan revisinya saja sudah cacat hukum, tidak transparan, belum lagi sampai ke substansinya yang menimbulkan banyak pertanyaan,” kata Hananto.
ADVERTISEMENT
Hananto menduga adanya tekanan pihak asing yang mendorong agar PP 109/2012 direvisi. Tekanan dilakukan dengan secara sengaja tidak melibatkan IHT agar dapat segera rampung. Menurut Hananto, indikasi ini pada saat uji publik, di mana terlihat kelompok-kelompok tertentu bisa menjelaskan detil pasal per pasal, sementara para pelaku IHT tidak diberikan akses terhadap materi revisi sama sekali.
"Selayaknya pemerintah mengedepankan keterlibatan seluruh pihak yang terdampak dalam proses perumusan kebijakan sejak awal, dengan mengedepankan azas keadilan dan transparansi," tambahnya.