Bakal Produksi 2 Juta Mobil Listrik, Ford Cari Bahan Baku Baterai hingga ke RI

22 Juli 2022 11:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ford Puma Rally1. Foto: Ford Media Center
zoom-in-whitePerbesar
Ford Puma Rally1. Foto: Ford Media Center
ADVERTISEMENT
Produsen mobil Ford Motor Co (Ford) asal Amerika Serikat tengah mengincar bahan baku yang terjangkau untuk produksi mobil listrik ke berbagai negara. Mulai dari Kanada, Australia, China, hingga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bahkan baku yang diincar mulai dari lithium hingga nikel. Untuk mendapatkan pasokan, Ford menggandeng sejumlah perusahaan global di bidang tersebut. Seperti pada Kamis (21/7), Ford menggandeng PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk bisnis smelter nikel di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Di proyek smelter ini, Ford tak hanya bersama Vale, tapi juga Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou) dari China yang sudah lebih dulu menandatangani kerja sama pada April 2022. Total kapasitas produksi hingga mencapai 120.000 metrik ton kandungan nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate.
“Kami senang Ford turut dalam kemitraan untuk Proyek HPAL di Blok Pomalaa. Proyek ini semakin menegaskan jika keberadaan Indonesia dalam industri mobil listrik dunia begitu penting, hal itu ditopang dengan dukungan masyarakat dan sumber daya alam yang tentunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengedepankan praktik pertambangan berkelanjutan," kata CEO dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy melalui keterangan tertulis, Kamis (21/7).
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ford Model e EV Industrialization, Lisa Drake, mengungkapkan kerja sama tiga pihak ini tentunya adalah cara yang kreatif untuk memastikan kebutuhan nikel Ford dan jutaan pelanggan kendaraan listrik Ford bisa terpenuhi.
Tambang Nikel Milik PT Vale Indonesia Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Dikutip dari Reuters, Jumat (22/7), tak hanya nikel Indonesia yang diincar Ford. Di hari yang sama, perusahaan juga bakal membeli lithium dari proyek pertambangan Rhyolite Ridge milik ioneer Ltd (INR.AX) di Nevada.
Berdasarkan ketentuan kesepakatan, ioneer akan memasok 7.000 ton lithium karbonat per tahun selama lima tahun untuk BlueOvalSK, baterai patungan Ford dengan SK Innovation (096770.KS), yang memiliki pabrik Kentucky.
Selain itu, mereka juga bakal mengimpor baterai lithium iron dengan biayanya yang lebih murah dari perusahaan CATL asal China. CATL juga berinvestasi di Indonesia dengan bergabung dalam perusahaan patungan Indonesia Battery Corporation (IBC) yang dipegang MIND ID, Pertamina, dan PLN.
ADVERTISEMENT
Drake mengatakan Ford berencana untuk mengamankan baterai lithium-iron atau LFP, dari pabrik baru 40 GWh di Amerika Utara mulai 2026. Dia tidak mengatakan apakah pabrik itu akan dibangun oleh CATL, namun berdasarkan laporan Reuters pada Mei bahwa CATL sedang mencari lokasi di AS untuk membangun baterai EV untuk melayani Ford dan BMW.
Keputusan Ford untuk menggunakan baterai lithium-iron dalam penjualan EV Amerika Utara yang paling laris adalah tanda terbaru bahwa biaya yang lebih rendah dari besi lithium-Ford mengatakan bahan kimia dapat memotong biaya material sebesar 10-15 persen. Sementara produsen mobil listrik Tesla menawarkan baterai LFP di beberapa sedan Model 3 dengan harga lebih rendah yang dijual di Amerika Serikat. Pembuat truk dan van listrik Rivian (RIVN.O) juga mengatakan akan menggunakan baterai LFP.
Sebuah dump truck mengangkut material tambang di tambang nikel PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. . Foto: Shutter Stock
Ford juga tercatat membuka kesepakatan untuk menjajaki pasokan lithium dari tambang raksasa Rio Tinto di Australia.
ADVERTISEMENT

Ford Targetkan Produksi 2 Juta Mobil Listrik di 2026

Ford mengatakan saat ini telah mengamankan 70 persen bahan baku dari kapasitas baterai yang dibutuhkan untuk mengejar target produksi 2 juta kendaraan listrik di seluruh dunia pada 2026. Sementara pada 2023, perusahaan bakal membuat 600 ribu unit.
Perusahaan memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan untuk kendaraan listrik mencapai 90 persen hingga 2026, lebih dari dua kali lipat perkiraan tingkat pertumbuhan industri. Karena itu, keputusan Ford untuk menggunakan baterai lithium iron phosphate CATL untuk Mustang Mach-E mulai tahun depan, dan F-150 Lightning pada 2024, menjadi penegasan Amerika Serikat tak bergantung pada baterai listrik buatan China.
Baterai lithium-besi biasanya memberikan jarak mengemudi yang lebih sedikit daripada baterai yang sebanding yang menggunakan nikel dan kobalt. Sampai saat ini, pembuat mobil terjebak dengan bahan kimia nikel-kobalt yang lebih mahal untuk pasar AS, di mana jarak mengemudi yang lebih panjang adalah ukuran kompetitif utama.
Ford dan VW berkolaborasi kembangkan mobil listrik dan otonom Foto: dok. Autoindustriya
"Kami tahu biaya bahan baterai adalah tempat perang yang harus dimenangkan. Dengan FLP, biaya produksi mobil listrik bisa lebih murah," katanya.
ADVERTISEMENT
Baterai berbiaya lebih rendah dapat memungkinkan Ford menurunkan harga untuk Lightning dan Mach-E, atau meningkatkan margin keuntungan.
Ford mengatakan hingga saat ini bisnis kendaraan listrik mereka belum menguntungkan. Karena itu, perusahaan mencari bahan baku murah untuk bisa mendapatkan margin laba sebelum pajak sebesar 8 persen pada 2026. Bahkan target laba sebelum 8 persen ini masih lebih rendah dari laba operasi Tesla Inc sebesar 14,6 persen pada kuartal II 2022.
Pada Maret, Ford meningkatkan target biaya modal untuk kendaraan listrik hingga tahun 2026 menjadi USD 50 miliar dari sebelumnya sebesar USD 30 miliar.