Bank Dunia Ajak Investor Institusional Masuk ke Pembiayaan Bencana

12 Oktober 2018 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Basarnas hentikan proses pencarian jenazah di Hotel Roa-Roa, Kota Palu. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Basarnas hentikan proses pencarian jenazah di Hotel Roa-Roa, Kota Palu. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
ADVERTISEMENT
Korporasi Keuangan Internasional atau International Finance Corporation (IFC) menjembatani investor institusional yang memiliki aset senilai USD 100 triliun di seluruh dunia untuk masuk ke pasar pembiayaan bencana alam. Hal ini dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan pada 2030.
ADVERTISEMENT
Anggota Grup Bank Dunia tersebut memperkenalkan prinsip-prinsip dan standar untuk pembiayaan ini. CEO IFC Philippe Le Houerou mengatakan, pasar pembiayaan bencana saat ini mencapai USD 228 miliar, meningkat lima kali lipat sejak 2013. Namun, statistik investasi jenis bencana tersebut belum ada.
"Saatnya kita mengembangkan prinsip-prinsip umum mengelola investasi semacam ini. Target kami menumbuhkan pasar untuk berinvestasi secara luas dengan membawa investor institusional yang memiliki aset hampir USD 100 triliun," kata Le Houerou di sela Pertemuan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10).
Le Houerou mengatakan, IFC ingin menumbuhkan potensi pasar pembiayaan ini dengan mengajak lebih banyak investor potensial. Ia mencontohkan negara-negara berkembang yang membutuhkan pembiayaan tinggi, khususnya setelah dilanda bencana.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara berisiko bencana tinggi, seperti gempa bumi di Lombok dan Palu yang terjadi baru-baru ini.
Adapun kerugian yang diderita atas bencana tersebut tidak sedikit, sementara kemampuan pemerintah menyediakan pendanaan untuk bencana dan dampak yang ditimbulkan terbatas.
Penanganan bencana Indonesia saat ini, kata Sri Mulyani, masih bergantung pada APBN, APBD, bahkan realokasi anggaran. Identifikasi semua risiko bencana alam dan memikirkan mekanisme fiskal serta instrumen keuangan terbaik diperlukan.
"Ini untuk mendukung rehabilitasi paling efektif dan paling cepat, sebuah strategi jangka panjang untuk membangun ketahanan terhadap bencana alam, khususnya dari sisi fiskal," jelasnya.