Bank Dunia Ingatkan Beban Utang Negara Miskin dan Berkembang Makin Berat

12 Oktober 2021 14:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Dunia mengingatkan beban utang negara miskin dan juga negara menengah makin berat, sebagai dampak pandemi sejak 2020 lalu. Peningkatan utang di negara-negara tersebut, melebihi pertumbuhan pendapatan dan ekspornya.
ADVERTISEMENT
Data statistik utang internasional 2022 yang dirilis World Bank, menunjukkan utang negara-negara miskin dan yang berpenghasilan menengah di 2020 mencapai USD 8,7 triliun atau lebih dari Rp 123 ribu triliun.
Nilai utang itu naik 5,3 persen dibandingkan 2019. Aliran utang dari kreditur ke negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah di sepanjang 2020, mencapai USD 117 miliar.
Presiden Bank Dunia David Malpass mendorong pendekatan komprehensif untuk penanganan utang. Termasuk pengurangan, restrukturisasi yang lebih cepat, dan peningkatan transparansi.
Karyawan menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1). Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
"Utang yang berkelanjutan dan terkelola dengan baik, sangat penting untuk pemulihan ekonomi dan pengurangan kemiskinan,” katanya melalui keterangan tertulis, dikutip Selasa (12/10).
Kekhawatiran Bank Dunia atau World Bank atas lonjakan utang negara miskin dan berpenghasilan menengah itu muncul, karena angkanya telah melampaui Pendapatan Nasional Bruto (GNI) dan pertumbuhan ekspornya.
ADVERTISEMENT
Rasio utang luar negeri terhadap GNI negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah, naik jadi 42 persen pada 2020 dari 37 persen di tahun sebelumnya. Demikian juga rasio utang terhadap ekspor, meningkat jadi 154 persen pada 2020 dari 126 persen di 2019.
"Perekonomian di seluruh dunia menghadapi tantangan berat akibat utang yang tinggi dan meningkat pesat," ujar Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia, Carmen Reinhart. Ia menyebut regulator harus mengantisipasi risiko ketika pasar keuangan bergejolak, terutama di pasar negara dan ekonomi berkembang.