Bank Dunia Ingatkan Jokowi Tak Bergantung Impor China dan Virus Corona

11 Februari 2020 16:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Bank Dunia Mari Elka Pangestu di Istana Negara Bogor. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Bank Dunia Mari Elka Pangestu di Istana Negara Bogor. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Dunia mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tak terlalu bergantung pada impor dari China. Apalagi, saat ini mewabah virus corona yang menyebabkan ekonomi dunia terguncang.
ADVERTISEMENT
Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, mengatakan pemerintah Indonesia harus mengurangi ketergantungan impor untuk memenuhi bahan baku industri dalam negeri.
"Akhirnya kita harapkan investasi yang akan mendorong. Mengurangi ketergantungan impor untuk berbagai keperluan industri, yang kebanyakan kita impor dari Tiongkok," kata Mari Elka di Istana Bogor, Selasa (11/2).
Hari ini, Mari Elka menemui Presiden Jokowi di Istana Bogor. Mari Elka mengatakan dalam pertemuan tersebut dia menyampaikan sejumlah pesan terkait situasi perekonomian global dan turunnya pertumbuhan ekonomi China akibat virus corona.
Menurut Mari Elka, sebetulnya mengurangi ketergantungan impor pernah dilakukan Indonesia. Dia mencontohkan ketika marak fenomena SARS maupun ketika Tsunami Jepang Tahun 2011.
"Itu kan sama terjadi terputusnya supply chain (rantai pasok), sehingga akhirnya kita menjadi peka kalau kita hanya mengandalkan satu sumber, akhirnya terjadi penyebaran dari sourcing dan itu yang mungkin kita juga bisa mendapat manfaatnya," ujarnya.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/11/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Mari Elka mengatakan, dalam analisa makro ekonomi, jika pertumbuhan ekonomi China turun 1 Persen, maka Indonesia akan terkena imbasnya 0,3 Persen.
ADVERTISEMENT
"Jadi tentu perlu kita antisipasi," ujarnya.
Meski begitu, Mari Elka mengatakan Indonesia masih beruntung, sebab memiliki pasar dalam negeri yang sangat besar. Dengan kondisi ini, dia menyarankan agar strategi menjaga daya beli masyarakat harus tetap dijaga.
Strategi tersebut pernah ditempuh Indonesia saat menghadapi krisis keuangan global pada 2008. Saat itu, pemerintah berusaha menjaga daya beli dan akhirnya dampak krisis tak sampai ke Indoensia.
"Jadi, kebijakan-kebijakan yang bisa kita lakukan supaya daya beli dan konsumsi di dalam negeri itu terus tumbuh, dalam keadaan ekspor akan melemah investasi akan melemah," katanya.