Bank Indonesia Diprediksi Tahan Suku Bunga di 6,25 Persen

22 Mei 2024 9:42 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah ekonomi memprediksi Bank Indonesia (BI) bakal menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21-22 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengatakan pergerakan suku bunga BI dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah hingga harga sejumlah komoditas mengalami tekanan.
Menurutnya, indikasi meredanya tekanan perekonomian di AS, turunnya tensi geopolitik, dan bauran kebijakan BI mendorong masuknya arus modal dan memicu stabilnya nilai tukar rupiah.
"Mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, nampaknya tidak ada kebutuhan untuk BI mengubah suku bunga kebijakan dalam Rapat Dewan Gubernur mendatang. Oleh sebab itu, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen pada Mei 2024," kata Riefky kepada kumparan, Rabu (22/5).
Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede. Dia juga memproyeksi suku bunga BI akan bertahan di level 6,25 persen.
ADVERTISEMENT
"BI diperkirakan akan mempertahankan BI-rate di level 6,25 persen mempertimbangkan risiko dari skenario kebijakan Fed yang higher-for-longer," kata Josua.
Josua menjelaskan dari sisi global, kondisi pasar keuangan di bulan Mei mulai menunjukkan perbaikan. Hal itu ditopang oleh meredanya kekhawatiran akan konflik geopolitik di Timur Tengah dan perkembangan data ekonomi Amerika Serikat, terutama tren penurunan inflasi AS.
Sementara dari dalam negeri, data inflasi Indonesia di bulan April 2024 bertepatan dengan perayaan Idul Fitri, mulai menurun. Pasalnya, dampak musiman dari peningkatan permintaan berhasil diimbangi oleh peningkatan pasokan makanan karena musim panen.
"Namun demikian, risiko dari eksternal dan domestik tetap ada," tutur Josua.