Bank Indonesia: Tantangan di 2021, Perbankan Masih Enggan Salurkan Kredit

7 Desember 2020 15:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Juda Agung (kiri) saat memberikan paparan di CGV Grand Indonesia. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Juda Agung (kiri) saat memberikan paparan di CGV Grand Indonesia. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menyebut persoalan kredit masih akan terjadi di tahun depan. Meskipun saat ini likuiditas di perbankan sudah melimpah.
ADVERTISEMENT
Asisten Gubernur BI, Juda Agung, mengatakan bahwa bank saat ini belum bisa menyalurkan likuiditas yang melimpah itu ke sektor riil pada kredit korporasi, UMKM, maupun individu rumah tangga. Menurutnya, hal ini karena adanya beberapa situasi ketidakpastian akibat pandemi COVID-19.
“Karena pertama sektor dunia usaha melihat uncertainty masih tinggi, makanya dia juga enggak melakukan ekspansi karena operasional juga terbatas, sehingga akhirnya masih wait and see,” ujar Juda dalam webinar Bank Indonesia Bersama Masyarakat (BIRAMA), Senin (7/12).
Hal yang sama pun terjadi pada perbankan, yang melihat risiko masih sangat tinggi, sehingga mereka cenderung menghindari risiko. Tak hanya itu, perbankan saat ini juga dinilai cenderung menyamaratakan risiko. Padahal untuk melihat risiko itu, harus dilihat lebih jauh per sektor dan subsektor.
ADVERTISEMENT
Juda menuturkan, situasi tersebut masih akan menjadi tantangan di sektor keuangan ke depan. Bank dinilai masih akan enggan menyalurkan kredit karena tak adanya permintaan. Situasi ini disebut dengan credit crunch.
“Dengan perbankan juga melihat kondisi sekarang ini dengan risiko masih tinggi, sehingga mereka juga menghindari risiko. Inilah yang jadi PR kita ke depan, artinya kita harus menyelesaikan, mengatasi masalah credit crunch ini,” jelasnya.
Ilustrasi pelayanan BNI Syariah. Foto: Dok. BNI Syariah
Masalah credit crunch ini sebelumnya juga dikemukakan eks Menteri Keuangan Chatib Basri. Menurutnya, persoalan pada bank sekarang ini bukan soal likuiditas, melainkan enggan menyalurkan kredit.
“Masalah bank itu bukan likuiditas tapi credit crunch,” ujar Chatib dalam webinar Menjaga kelangsungan ekonomi Indonesia dari pandemi COVID-19, Senin (20/7).
ADVERTISEMENT
Penempatan dana pemerintah ke perbankan untuk mendorong kredit juga dinilai tak efektif. Apalagi saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga masih memberikan kebijakan restrukturisasi kredit.
Jika pemerintah tetap memaksa bank menggenjot kredit, potensi masalah kredit bermasalah atau non performing laon (NPL) akan terjadi di tahun depan.
“Sampai nanti OJK mengakhiri relaksasi, pada saat itu kita tahu adanya kredit macet betulan atau tidak. Maka di sanalah persoalan likuiditas, NPL, profitabilitas akan ada. Kita harus siap-siap di 2021," jelasnya.
Berdasarkan data OJK, likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/ non-core deposit dan alat likuid/DPK per 18 November 2020 terpantau pada level 157,57 persen dan 33,77 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
ADVERTISEMENT
Profil risiko dan permodalan sektor jasa keuangan dalam kondisi yang terjaga terlihat dari Oktober 2020, rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15 persen (NPL net: 1,03 persen) dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 4,7 persen.
Sementara itu, pertumbuhan kredit mengalami kontraksi sebesar 0,47 persen (yoy) per Oktober 2020. Kontraksi kredit perbankan ini didominasi menurunnya kredit modal kerja, dampak masih tertekannya permintaan pada sektor usaha.