Bank Jago Rugi Rp 47 Miliar Sepanjang Semester I 2021

26 Juli 2021 15:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Bank Jago. Foto: Bank Jago
zoom-in-whitePerbesar
Logo Bank Jago. Foto: Bank Jago
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Platform bank digital, PT Bank Jago Tbk (ARTO) mencatatkan kerugian sepanjang semester I 2021 sebesar Rp 47 miliar. Salah satu penyebabnya adalah biaya operasional dan investasi di sektor IT yang naik sebesar 135 persen menjadi Rp 183 miliar sepanjang semester I 2021 dibanding periode tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Jadi, kinerja kami belum positif karena faktor investasi. Kami menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan masih sejalan dengan perencanaan awal. Investasi ini tentu akan bisa dinikmati hasilnya di masa mendatang,” kata Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar melalui keterangan tertulis, Senin (26/7).
Kharim menjelaskan, jika dihitung secara kuartalan, kinerja Bank Jago sejatinya semakin membaik. Pada kuartal I 2021, Jago membukukan kerugian Rp 38 miliar. Dengan kenaikan kredit dan penempatan dana lebih dari hasil rights issue di instrumen produktif lainnya, kerugian dapat diperkecil menjadi Rp 9 miliar pada kuartal II 2021.
“Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja bank ini terus membaik dan semakin solid,” katanya.
Dari sisi aset, terdapat kenaikan yang signifikan dari Rp 1,7 triliun menjadi Rp 10 triliun. Adapun ekuitas meningkat dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 8,1 triliun. Dari sisi perolehan dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan 326 persen menjadi Rp 1,73 triliun yang mencerminkan tingginya kepercayaan publik terhadap bisnis model Bank Jago.
ADVERTISEMENT
“Berbagai indikator keuangan menunjukkan Jago memiliki fundamental yang sangat kuat dan mampu menopang target untuk tumbuh secara berkelanjutan,” jelas Kharim.
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
Penurunan kerugian yang dicetak perusahaan dari kuartal I dan kuartal II ini menunjukkan perusahaan telah berada di jalur yang tepat dalam mewujudkan aspirasi besar Jago sebagai bank berbasis teknologi yang tertanam dalam ekosistem.
“Kolaborasi mendalam dengan ekosistem menjadi kesempatan bagi Jago untuk memperluas penetrasi pasar sekaligus memberikan pengalaman baru bagi nasabah dalam mengakses layanan bank,” kata Kharim.
Integrasi aplikasi Jago dengan Bibit terwujud pada 5 Juli lalu, dan dilanjutkan dengan integrasi aplikasi Gojek pada 22 Juli. Integrasi aplikasi antara bank dengan ekosistem ini bukan hanya menjadi tonggak bersejarah Bank Jago, juga pencapaian penting industri perbankan digital di tanah air.
ADVERTISEMENT
“Ini menjadi game changer yang akan membawa bank dan ekosistem digital ke level lebih tinggi. Berbagai bentuk kolaborasi dan integrasi akan memberikan manfaat kepada nasabah dan tentu pada akhirnya akan berdampak positif ke kinerja Bank Jago,” katanya.
Hingga akhir Juni 2021, Bank Jago telah menyalurkan kredit Rp 2,17 triliun atau tumbuh 695 persen sepanjang semester I 2021 dibanding tahun lalu.
“Dari sisi nominal memang belum besar karena kami baru memulai ekspansi setelah rights issue II pada April 2021. Namun demikian, kami tetap bersyukur, selama pandemi, kami masih bisa mengoptimalkan fungsi intermediasi dengan tetap menjaga prinsip kehati hatian,” katanya.
Manajemen juga menjaga prinsip hati hati dalam penyaluran kredit tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di level 0 persen. Dengan NPL sangat rendah, Bank Jago tidak perlu membentuk pencadangan dalam jumlah besar sehingga mampu menekan biaya kredit (cost of credit).
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan kredit mengerek pendapatan bunga sebesar 289 persen sepanjang semester I 2021 dibanding periode sama pada tahun sebelumnya. Dengan beban bunga yang hanya meningkat 46 persen, perseroan mampu membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 423 persen menjadi Rp139 miliar.
Hal ini berdampak pada penurunan rasio cost to income dari 289 persen pada Semester I 2020 menjadi 129 persen pada Semester I 2021. Kondisi ini turut mendongkrak rasio net interest margin (NIM) dari 4,1 persen menjadi 5 persen pada kurun yang sama.