Banyak Perusahaan BUMN Bermasalah, Erick Thohir: 90 Persen Kasus Lama

7 Juni 2024 20:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN Erick Thohir usai menghadiri peluncuran logo baru BTN, Minggu (3/3/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN Erick Thohir usai menghadiri peluncuran logo baru BTN, Minggu (3/3/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri BUMN Erick Thohir menekankan bahwa 90 persen kasus BUMN yang menjadi sorotan saat ini merupakan kasus lama. Emiten pelat merah yang sedang mengalami masalah keuangan yaitu PT Indofarma Tbk (INAF) mengalami dugaan fraud dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF).
ADVERTISEMENT
Erick sepakat jika ada peningkatan peran Inspektur Jenderal (Irjen) di BUMN untuk memperkuat pengawasan dari Kementerian kepada perusahaan-perusahaan sebagai upaya bersih-bersih BUMN.
“Kalau 90 persen kasus lama ada, ada kasus 10 persen. 90 persen masih kasus lama. Kita coba beri solusi ini,” kata Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR, Jumat (7/6).
Erick mengatakan pihaknya akan menindak secara tegas apabila masih ada oknum di balik perusahaan-perusahaan BUMN. Dalam memeriksa keuangan, Kementerian BUMN menggandeng Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Bicara pihak, BPK akhirnya BPK langsung koordinasi Kejaksaan Agung dengan Indofarma,” ujar Erick.
Ketua PSSI ini mengaku peringatan dini mengenai kasus BUMN bermasalah sudah ada dan Kementerian BUMN melaporkan kasus tersebut ke BPKP agar ditindaklanjuti.
ADVERTISEMENT
“Saya setuju irjen ini ditingkatkan, di kementerian ini irjen masih eselon II. Kalau ini bisa ditingkatkan, ini penopang dari perbaikan pengawasan dari Komisi VI minta,” tuturnya.
BPK melaporkan ada indikasi fraud atau kecurangan yang dilakukan Indofarma dan anak usahanya, PT IGM yang menimbulkan kerugian. Salah satu fraud yang dilakukan adalah melakukan pinjaman online (pinjol) yang tidak dilaporkan di laporan keuangan.
Dugaan fraud tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar, persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari penjualan fiktif FMCG sebesar Rp 18,26 miliar.