Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Banyak Proyek Mundur, PTBA Prediksi Hanya Mampu Serap Capex Rp 2,7 Triliun
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Sepanjang 2020 ini kita targetkan sebesar Rp 4 triliun. Selama semester satu ini sudah Rp 1 triliun. Ini juga sesuai progres proyek,” ungkap Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
Menurut Arviyan, lambatnya penyerapan karena ada beberapa proyek perseroan yang mundur dari target. Setidaknya ada tiga proyek yang meleset, yaitu Gasifikasi Batu Bara , PLTU Mulut Tambang Sumsel-8, dan angkutan batu bara.
“Ini memang mau tidak mau ada beberapa kemunduran dari proyek yang kita lakukan,” ujarnya.
Adapun proyek Gasifikasi Batu Bara merupakan usaha hilirisasi batu bara, yaitu Coal to DME. Perseroan kini tengah mempersiapkan hal terkait pra-konstruksi pembangunan pabrik. Pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi komersial pada tahun 2025 dengan konsumsi batu bara sekitar 6 juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun-nya. Proyek DME PTBA akan dikembangkan di Tanjung Enim provinsi Sumatra Selatan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan PLTU Sumsel-8 berkapasitas 2x620 MW merupakan proyek strategis PTBA dengan nilai mencapai USD 1,68 miliar. PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW dan dibangun oleh PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
Selain itu, PTBA juga bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 72 juta ton/tahun pada tahun 2025.
“Memang yang mundur gasifikasi, PLTU Sumsel-8 dan angkutan. Semester II semoga ini bisa dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.
Menurut Arviyan, karena proyek gasifikasi mundur, pihaknya cukup pesimistis bisa menyerap keseluruhan capex. Menurutnya tahun ini capex hanya akan terserap antara Rp 2,7 triliun hingga Rp 3 triliun.
ADVERTISEMENT
“Karena gasifikasi mundur, mungkin enggak sampai Rp 4 triliun. Kita berusaha, tapi dengan melihat COVID-19 ini, kita bisa pastikan ke angka Rp 2,7-3 triliun. Ini karena ada kemunduran dari proyek tadi,” tegasnya.