Bappenas: Setelah Pandemi, Kesenjangan Pembiayaan SDG Capai Rp 24 Ribu T di 2030

10 Juli 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Expert Coordinator at the National Secretariat of SDGs Implementation, Yanuar Nugroho, Chief Operating Officer, Impact Investment Exchange Angela Ng, Kemenkeu, dan Ford Foundation dalam Roundtable & Introduction of Orange Bonds di Jakarta (10/7/2024) Foto: Ghifari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Expert Coordinator at the National Secretariat of SDGs Implementation, Yanuar Nugroho, Chief Operating Officer, Impact Investment Exchange Angela Ng, Kemenkeu, dan Ford Foundation dalam Roundtable & Introduction of Orange Bonds di Jakarta (10/7/2024) Foto: Ghifari/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan pendanaan untuk mencapai mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) meningkat pasca pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Expert Coordinator at the National Secretariat of SDGs Implementation, Yanuar Nugroho mengatakan, kesenjangan pembiayaan SDGs mencapai Rp 24 ribu triliun pada tahun 2030 pasca pandemi covid 19. Sebelum pandemi, kesenjangan pembiayaannya mencapai Rp 14.000 triliun.
"Kesenjangan pembiayaan SDGs mencapai Rp 24 ribu triliun pada tahun 2030 pasca pandemi," ujar Yanuar dalam acara Roundtable & Introduction of Orange Bonds oleh Bappenas, Kemenkeu, IIX, dan Ford Foundation di Jakarta, Rabu (10/7).
Dengan demikian, diperlukan berbagai instrumen pendanaan yang inovatif. Menurutnya, upaya dari pemerintah saja tidak mencukupi. Dalam hal ini, peran sektor swasta dan instrumen keuangan inovatif menjadi sangat penting untuk mengisi kekurangan pembiayaan yang ada.
"Salah satu instrumen yang diusulkan adalah Orange Bond, yang bertujuan untuk mengatasi kesenjangan gender dan dampak perubahan iklim dengan mengintegrasikan prinsip keuangan berkelanjutan ke dalam pasar modal, sejalan dengan agenda SDGs Indonesia, terutama Goal 5 yang berfokus pada kesetaraan gender," kata Yanuar.
ADVERTISEMENT
Yanuar mengatakan, Orange Bond tidak hanya menawarkan solusi pembiayaan yang inovatif, tetapi juga mempromosikan inklusi sosial dan ekonomi dengan memberikan akses keuangan yang lebih besar bagi perempuan dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan.
Expert Coordinator at the National Secretariat of SDGs Implementation, Yanuar Nugroho, Chief Operating Officer, Impact Investment Exchange Angela Ng, Kemenkeu, dan Ford Foundation dalam Roundtable & Introduction of Orange Bonds di Jakarta (10/7/2024) Foto: Ghifari/kumparan
"Hal ini penting mengingat kesenjangan gender di pasar keuangan Indonesia menghambat akses perempuan terhadap keuangan dan peluang ekonomi. Dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, perempuan seringkali menjadi yang paling terdampak, baik dari segi ekonomi maupun sosial," ujar Yanuar.
Sejalan dengan itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Surat Utang Negara (SUN), Kementerian Keuangan RI, dan Impact Investment Exchange (IIX) berkolaborasi memperkenalkan Obligasi Orange atau Orange Bonds di Indonesia.
Orange bonds merupakan sistem keuangan yang memberdayakan gender dan mendukung kesetaraan gender. Adapun untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dan mendukung UMKM yang berfokus pada komunitas dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Orange bonds juga hadir sebagai pembangunan berkelanjutan Indonesia yang meliputi kesetaraan gender, transisi iklim, dan kemakmuran ekonomi.
Berbeda dengan obligasi keberlanjutan tradisional yang berfokus terutama pada inisiatif ramah lingkungan, Orange Bonds secara unik mengatasi titik temu antara hasil dampak sosial dan lingkungan, meningkatkan transparansi dalam ekosistem.