BBM Premium Mau Dihapus, Pertamax Bakal Disubsidi?

3 Januari 2022 12:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengisi bahan bakar pertamax di SPBU Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengisi bahan bakar pertamax di SPBU Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah berniat menghapus BBM Premium. Namun, rencana tersebut belum diketahui kepastiannya waktunya. Apalagi, Presiden Jokowi telah menetapkan Perpres Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), yang disahkan pada 31 Desember 2021.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, mengungkapkan ada berbagai kendala dalam rencana penghapusan BBM Premium. Ia mengungkapkan salah satu persoalannya adalah kurang masifnya sosialisasi mengenai rencana tersebut.
Sementara itu dari sisi regulasi baru saja diterbitkan yaitu Perpres Nomor 117, Djoko menjelaskan bahwa berdasarkan Perpres tersebut nantinya akan dibuat roadmap termasuk terkait pemanfaatan BBM.
Djoko menjelaskan penghapusan BBM Premium sebenarnya juga mengikuti adanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20 Tahun 2017, Indonesia sudah harus mengadopsi kendaraan dengan BBM berstandar Euro 4 sejak 10 Maret 2017.
“Jadi Permennya dilaksankan dan masyarakat sangat senang mendapatkan BBM yang berkualitas bagus. Sehingga jarak tempuhnya akan lebih panjang 1 liternya. Misalnya 1 liter Premium hanya 10 km, sedangkan pakai Pertamax bisa 11 km atau 12 km, udara juga bersih,” kata Djoko saat acara yang digelar dan ditayangkan di CNBC TV, Senin (3/1).
Djoko Siswanto. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
BBM yang memenuhi standar Euro 4 yakni bensin dengan RON di atas 91 dan kadar sulfur maksimal 50 ppm. Sedangkan untuk produk diesel, minimal Cetane Number (CN) 51 dan kadar sulfur maksimal 50 ppm.
ADVERTISEMENT
Dalam produk Pertamina, BBM yang berada di bawah kriteria tersebut ada Pertalite dengan RON 90, Premium RON 88, dan Solar yang memiliki Cetane Number (CN) 48. Jika berpatokan pada aturan tersebut, maka Premium, Pertalite, dan Solar tak sesuai standar karena masih di bawah Euro 4. Sehingga yang sesuai standar hanya Pertamax dan Pertamax Turbo.
“Nah di sisi lain apakah kalau nanti misalnya peraturan KLHK benar-benar diterapkan sehingga hanya yang dijual RON 91 ke atas dalam artinya Pertamax RON 92. Nah apakah ini juga akan disubsidi oleh pemerintah?,” ujar Djoko.
“Kemudian sebetulnya ini apakah kendalanya akan disubsidi? Nah kemudian apakah dananya ada tersedia untuk subsidi BBM yang kualitas lebih baik ini? Ini salah satu kendala yang mesti dihitung dan dilihat kesiapannya. Nah kemudian baru bisa diterapkan secara bertahap,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Djoko memastikan indeks ketahanan energi saat ini juga masih dalam kategori tahan. Djoko merasa sebenarnya kondisinya tetap baik-baik saja kalau Premium dan Pertalite tidak ada, asalkan masih ada Pertamax. Namun, ia mengakui kendala infrastruktur dan terkait lingkungan harus diselesaikan dulu.
“Memang kita baru mencapai 11,2 persen (bauran) EBT (energi baru terbarukan) kita. Nah nanti kita menuju 23 persen di 2025. Dan terakhir masalah infrastruktur, pemerintah sedang membangun infrastruktur BBM 1 harga, sekarang sudah ada 333 bbm satu harga, targetnya adalah sekitar 500-an lebih,” terang Djoko.

BBM Premium Masih Disediakan di Wilayah 3T

Djoko menjelaskan saat ini di Jawa dan Bali sudah mulai secara bertahap dikurangi penggunaan Premium. Ia mengatakan sudah ada aksi korporasi dari Pertamina yang pernah menghilangkan Premium di Jawa dan Bali secara bertahap.
ADVERTISEMENT
“Kemudian dimunculkan lagi dan saat ini sebetulnya di Jawa, Bali tinggal 1 persen untuk Premium,” ungkap Djoko.
SPBU mini penyalur BBM satu harga Kab. Tambrauw. Foto: Wiji Nurhayat/kumparan
Namun, langkah tersebut masih belum bisa diterapkan di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Apalagi, kata Djoko, pemerintah sedang berupaya menjalankan kebijakan BBM 1 harga. Sehingga BBM jenis Premium masih tetap dijual di wilayah tersebut.
“Namun memang di daerah-daerah 3T pemerintah sedang menbangun BBM 1 harga, tetap menjual bensin Premium sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat terutama di daerah 3T. Sehingga fokus pembangunan dari infrastruktur BBM 1 harga ada di 3T,” tutur Djoko.
“Sehingga di daerah-daerah yang sudah saatnya masyarakat mampu, di kota-kota besar ini bisa membeli BBM dengan kualitas yang lebih baik, sementara di daerah tertentu yang masyarakatnya daya belinya terbatas masih menikmati BBM Premium ini,” tambahnya.
ADVERTISEMENT

Jokowi Revisi Aturan Distribusi dan Harga Jual BBM Premium

Aturan baru distribusi dan harga jual BBM Premium itu termuat dalam Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), yang disahkan pada 31 Desember 2021.
Seperti dilansir dari Antara, Minggu (2/1), tujuan penetapan beleid tersebut adalah demi menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor, mengoptimalkan penyediaan, dan pendistribusian bahan bakar minyak di seluruh wilayah Indonesia.
Sejumlah aturan Keppres Nomor 191 Tahun 2014 yang diubah adalah Pasal 3 untuk ayat (3) dan ayat (4) dan penambahan Pasal 21 B serta pasal 21C, antara lain mengatur:
ADVERTISEMENT
Jenis BBM Khusus Penugasan adalah BBM jenis bensin RON minimum 88, yaitu Premium untuk didistribusikan di wilayah penugasan yang meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (ayat 2 dan 3).
"Menteri dapat menetapkan perubahan jenis BBM khusus penugasan serta wilayah penugasan berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian," tulis Pasal 3 ayat (4) beleid tersebut.
Aturan ini mengubah wilayah penugasan untuk distribusi Premium pada Keppres 191 Tahun 2014 yang dikecualikan di tujuh wilayah, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sehingga, saat ini tidak ada lagi pengecualian wilayah penugasan distribusi Premium.
Illustrasi BBM Premium. Foto: Istimewa
Perubahan lain adalah terkait komposisi dan formula harga, yaitu di antara Pasal 21A dan Pasal 22 disisipkan 2 pasal, yakni Pasal 218 dan Pasal 21C.
ADVERTISEMENT
Pasal 21B ayat (1) menyebutkan dalam rangka mendukung energi bersih dan ramah lingkungan, jenis bensin RON 88 yaitu premium yang merupakan 50 persen dari volume jenis bensin RON (90), yaitu pertalite disediakan dan didistribusikan oleh badan usaha penerima penugasan diberlakukan sebagai jenis BBM khusus penugasan sejak 1 Juni 2021 sampai ditetapkan oleh menteri. Tujuannya adalah untuk mendukung energi bersih dan ramah lingkungan.
Selanjutnya ditambahkan Pasal 21 B ayat (2) yang mengatur mengenai formula harga dasar, harga indeks pasar, dan harga jual eceran bahan bakar minyak jenis RON 88 (Premium) sebagai komponen bahan bakar minyak pembentuk jenis bensin RON 90 mengacu pada ketentuan jenis RON 88 sebagai jenis BBM khusus penugasan.
ADVERTISEMENT
Nantinya badan pengatur yang melakukan verifikasi volume jenis BBM Khusus Penugasan (ayat 3) sedangkan pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan volume Premium dilakukan oleh auditor yang berwenang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan auditor tersebut, menteri keuangan menetapkan kebijakan pembayaran kompensasi setelah berkoordinasi dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN (ayat 5).
Sedangkan kebijakan pembayaran kompensasi sebagaimana ayat 5 tersebut dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan negara.
Terakhir, badan pengatur menetapkan penugasan kepada badan usaha penerima penugasan untuk penyediaan dan pendistribusian BBM Khusus Penugasan tersebut.
Dalam Pasal 21 C, Presiden Jokowi memandatkan Menteri ESDM untuk untuk menyusun dan menetapkan peta jalan BBM bersih dan ramah lingkungan, berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian.