Beban Petani Tembakau: Tata Niaga Buruk, Cukai Rokok, hingga Pupuk

8 November 2022 11:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani menunjukkan daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani menunjukkan daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
ADVERTISEMENT
Beban petani tembakau kini semakin berat. Tata niaga perdagangan yang buruk, sulitnya ketersediaan pupuk, ditambah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rokok sebesar 10 persen. Hal itu dikatakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno.
ADVERTISEMENT
Dalam tata niaga perdagangan tembakau di dalam negeri, Soeseno menjelaskan terlalu banyak perantara dari tembakau hasil panen petani sampai diserap pabrik. Itu yang membuat keuntungan petani tembakau kian menipis.
Selain tata niaga perdagangan yang kurang baik, Soeseno juga menyoroti imbas dari kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 20 persen.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan membuat pasar tembakau menjadi kacau. Terlebih, pabrik rokok merupakan pangsa pasar utama petani tembakau, di mana 90 produksi tembakau diserap industri rokok.
Petani memetik daun tembakau saat panen di persawahan Dusun Welar, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (7/9/2020). Foto: Yusuf Nugroho/Antara Foto
Imbas dari kenaikan tarif cukai itu, pabrik rokok akan memangkas jumlah pembelian tembakau dari petani, selain juga memangkas harga beli mereka. Soeseno mengaku, ditambah adanya cuaca buruk, harga tembakau dalam 2-3 tahun belakangan tidak bagus. Hanya beberapa jenis tembakau yang harganya masih bagus, namun rata-rata sudah jatuh.
ADVERTISEMENT
"Pengaruhnya mesti negatif terhadap pasar. Semua intervensi pasar yang sifatnya menekan posisi suplai petani ya negatif pasti. Kalau cukai naik kan seolah posisi suplai ditekan, pabrik akan beli sedikit, dan lain-lain," ujarnya.
Dikutip dari penelitian Bank Dunia pada tahun 2017 bertajuk The Economic of Kretek Rolling in Indonesia, diperkirakan kenaikan tarif pajak rokok akan mengurangi pekerjaan di industri kretek sekitar 0,22 persen, setara dengan hilangnya pekerjaan 2.245 pekerja.
Rata-rata rumah tangga pekerja kretek yang anggotanya diberhentikan dari industri kretek akan mengalami penurunan pendapatan upah rumah tangga sekitar 50 persen, sumber daya rumah tangga sekitar 39 persen, dan pendapatan rumah tangga sekitar 42 persen.
"Industri rokok itu, pabrik rokok itu penghelanya petani. Sama halnya industri pertanian mesti punya downstream, punya penghela," kata Soeseno.
ADVERTISEMENT
Belum cukup persoalan tata niaga hingga tarif cukai naik, Soeseno mengatakan petani tembakau kini juga dihadapkan ketersediaan pupuk yang sulit. Dia mengaku, beberapa petani bahkan menanggung kerugian.
Lebih lanjut, Soeseno mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tidak akan berimbas negatif kepada petani tembakau ketika tata niaga perdagangan di sektor tembakau diperbaiki.
"Tata niaga diperbaiki saja. Bahwa nanti ada kebijakan lain seperti kenaikan cukai, sistem pertanian tembakau sudah siap, mulai dari penanaman sampai tata niaga. Sekarang ini kan kacau. Ada kebijakannya (kenaikan tarif cukai) tambah kacau dong," jelasnya.