Sri Mulyani, Komite Stabilitas Sistem Keuangan

Beda dengan BPK, Sri Mulyani Sebut Dampak Kasus Jiwasraya Tak Sistemik

22 Januari 2020 18:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani saat Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani saat Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan permasalahan yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak termasuk dalam kasus yang memiliki risiko sistemik.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Dalam beleid itu disebutkan, yang dimaksud sebagai risiko sistemik ialah hal yang mampu memicu krisis sistem keuangan secara keseluruhan.
“Dalam UU PPSK ini didefinisikan bahwa krisis sistem keuangan adalah kondisi sistem keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan peranannya secara efektif dan efisien. Ciri-cirinya ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (22/1).
Sri Mulyani menambahkan, risiko sistemik ditunjukan dengan memburuknya indikator ekonomi dan keuangan. Berdasarkan UU itu juga, lembaga jasa keuangan yang dapat memicu krisis sistem keuangan itu hanya ditujukan kepada bank.
ADVERTISEMENT
Bank sistemik diklasifikasikan kembali melalui ukuran aset, modal, kewajiban, luas jaringan, kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, dan keterkaitan dengan sektor keuangan lainnya.
"Dari klasifikasi itu, apabila dia gagal, dia dapat mengakibatkan keseluruhan sistem perbankan dan sektor jasa keuangan akan ikut terancam gagal. Itu yang kami gunakan sebagai rambu-rambu untuk menetapkan apakah suatu persoalan di sektor keuangan atau jasa keuangan itu berdampak sistemik atau tidak," katanya.
Ketua OJK Wimboh Santoso. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menambahkan, indikator permasalahan lembaga keuangan yang memiliki dampak sistemik bisa ditinjau dari ukuran. Menurutnya, jika secara ukuran besar, secara otomatis akan berdampak ke industri keuangan lainnya.
“Kalau dampak interkoneksinya dan mewabahnya merambah kemana-mana, itu berpotensi dampak sistemik. Tapi sekali lagi dalam perundang-undang kita (UU PPSK) telah memuat, kalau yang berdampak sistemik adalah perbankan,” ucap Wimboh.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Wimboh akan tetap melakukan reformasi pengawasan industri keuangan nonbank (IKNB) untuk memperketat pengawasan. Pengetatan pengawasan ini tertuang dalam masterplan 2020-2024 OJK dan prioritas utama.
Untuk perbankan, OJK ingin fokus pada peningkatan daya saing supaya lebih efisien. Sedangkan pengawasan pasar modal, OJK ingin meningkatkan governance integritas.
“Pengawasannya akan segera kami in hand berdasarkan risiko, ini ketentuannya segera kami keluarkan. Lalu sosialisasi dan pelatihan praktisinya. Risiko likuiditasnya kami tekankan, agar punya proyeksi likuiditas dan risiko investasinya,” tambahnya.
Sebelumnya, kasus Jiwasraya disebut memiliki risiko sistemik oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini berdasarkan pemeriksaan tahap awal BPK terhadap Jiwasraya.
“Kita harus memiliki kebijakan yang hati-hati. Kasus ini cukup besar, skala gigantik sehingga memiliki risiko sistemik. Kami ambil kebijakan, masalah PT Jiwasraya akan kami ungkap, yang bertanggung jawab akan kita identifikasi, yang pidana atau niat jahat dilakukan (pengungkapan oleh) aparat penegakan hukum, biar lah diproses penegakan hukum," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten