Beda Pendapat Erick Thohir dan Arifin Tasrif Soal Proyek Listrik 35.000 MW

25 Februari 2020 6:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri ESDM Arifin Tasrif punya pandangan berbeda soal target penyelesaian program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW). Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Arifin Tasrif baru-baru ini merevisi target penyelesaian program 35.000 MW ke tahun 2029.
ADVERTISEMENT
Semula, proyek yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2015 atau hampir 5 tahun lalu ini ditargetkan rampung di 2019, direvisi menjadi 2025, lalu molor lagi sampai 2029. 
Kementerian ESDM berdalih, mundurnya target penyelesaian proyek 35.000 MW karena pertumbuhan ekonomi yang hanya bergerak di level 5 persen per tahun. Awalnya ketika dicanangkan, diasumsikan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen per tahun. Dengan begitu, konsumsi listrik diperkirakan bisa tumbuh 8,7 persen per tahun.
"Tapi praktiknya sekarang pertumbuhan ekonominya masih di kisaran 5 persen. Jadi dimundurkan commercial operation date (COD)," kata Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Kamis (6/2).
Potret udara Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 2. Foto: dok. PLN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini membuat pasokan listrik saat ini surplus besar. PLN pun dibayang-bayangi denda Take or Pay dari produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP). Penyebabnya, pertumbuhan konsumsi listrik tak sebanding dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik.
ADVERTISEMENT
Penjualan listrik PLN sepanjang tahun lalu hanya tumbuh di bawah 5 persen atau sekitar 245,52 TeraWatthour (TWh), meleset dari target sebesar 7 persen. Salah satunya karena konsumsi listrik industri anjlok, meski konsumsi listrik dari pelanggan rumah tangga meningkat.
"Yang jelas ada (potensi denda Take or Pay). Secara nasional kita belum hitung, tapi ini bentuk antisipasi PLN supaya tidak kena Take or Pay. Bagaimana caranya? Ya demand-nya harus sesuai dengan prediksi awal pertumbuhan ekonomi 7 persen," kata Direktur Bisnis Regional Sulawesi dan Kalimantan PLN Syamsul Huda.
Namun Erick Thohir menyampaikan keberatannya atas rencana Kementerian ESDM merevisi target penyelesaian proyek 35.000 MW. Ia mengaku heran mengapa proyek 35.000 MW harus mundur selama itu. 
ADVERTISEMENT
"Apakah proyek 35.000 MW dimundurkan ini benar? Saya rasa tidak," kata Erick dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (20/2).
Erick yang tak setuju proyek ini mundur pun berkoordinasi dengan Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) untuk memetakan lagi bisnis pembangkit listrik nasional. Menurut dia, ternyata masih banyak industri yang butuh pasokan listrik dan mereka diperbolehkan membangun pembangkit sendiri.
"Ternyata kebutuhan industri masih ada 2.200 yang notabene industrial area boleh bangun lagi power plant, bangun sendiri. Saya bilang ini kalau bisa kita lakukan, kan 35.000 MW tidak perlu diundur lebih dari 5 tahun sebab power plant di PLN sebagian besar dibangun swasta," ucap dia.
Erick Thohir menyebut, penundaan boleh dilakukan hanya 1-2 tahun saja. Karena itu, Erick pun memanggil PT PLN (Persero). Dia pun meminta Arifin Tasrif dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang untuk tak perlu menunda lama-lama proyek besar ini.
ADVERTISEMENT
"Ini risiko bisnis. Tapi tak perlu mundur 5-10 tahun, hanya 1-2 tahun saja. Kita juga sudah bicara denga Menteri ESDM ini bisa diantisipasi bersama. Jangan sampai keputusan yang diambil BKPM dan Menteri BUMN tidak didukung oleh Menteri ESDM dan Menperin karena takutnya kalau menteri-menteri bicara lain tidak solutif," ucapnya.
Hingga akhir tahun lalu, pembangkit dalam program 35.000 MW yang sudah COD atau comissioning mencapai 6.811 MW atau baru 19 persen dari target. Sementara pembangkit yang baru masuk tahap perencanaan 734 MW atau hanya 2 persen dan tahap pengadaan 829 MW atau 2 persen. 
Lalu, pembangkit listrik yang sudah kontrak Power Purchase Agreement (PPA) tapi belum konstruksi sebesar 6.877,6 MW atau 20 persen dan tahap konstruksi 20.167,8 MW atau 57 persen.
ADVERTISEMENT