Begini Penjelasan Jokowi Mengapa Harga BBM di RI Tak Naik Seperti Negara Lain

25 Mei 2022 8:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
17
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo menghadiri acara Rakernas V 2022 Relawan Pro Jokowi (Projo) di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5). Foto: Relawan Projo
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo menghadiri acara Rakernas V 2022 Relawan Pro Jokowi (Projo) di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5). Foto: Relawan Projo
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menilai harga BBM di Indonesia masih jauh lebih murah dibandingkan beberapa negara lain. Padahal, meroketnya harga komoditas energi global berdampak besar kepada kenaikan harga BBM di Indonesia maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Menurut Jokowi, situasi saat ini memang tidak mudah dan dialami oleh beberapa negara. Jokowi mencontohkan harga BBM di Singapura mencapai Rp 32.000 per liter, lalu di Jerman sudah menyentuh Rp 31.000 per liter. Sementara di Thailand, harga BBM mencapai Rp 20.000 per liter.
"Kita ini, kita Pertalite Rp 7.650 per liter, sekali lagi Rp 7.650 per liter. Pertamax Rp 12.500 per liter. Yang lain sudah naik jauh sekali," kata Jokowi saat Pengarahan Presiden RI dan Evaluasi Aksi Afirmasi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Jakarta, Selasa (24/5).
Pada rapat kerja nasional (rakernas) V Projo yang digelar di Borobudur, Magelang, Jateng, akhir pekan lalu, Jokowi juga menyinggung harga bensin dengan perbandingan negara Singapura hingga Thailand.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan alasan harga BBM khususnya Pertalite murah karena pemerintah menggelontorkan subsidi demi masyarakat. Kata dia, pemerintah menahan beban yang berat karena hal ini.
"Kenapa harga kita masih seperti ini? Ya, karena kita tahan terus. Tapi subsidi ini kan membesar dan membesar. Kita bisa menahan ini sampai kapan? Ini pekerjaan kita bersama-sama," katanya.
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Jokowi melanjutkan, keadaan ini disebabkan ketidakpastian global pasca pandemi COVID-19. Ketika dunia masih mencoba memulihkan ekonomi, muncul konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
"Kita semua harus memiliki kepekaan, sense of crisis mengenai keadaan kita. Kita tahu ketidakpastian global, berubah-ubah terus. COVID-19 selesai merencanakan pemulihan ekonominya. Tetapi belum selesai, muncul perang," jelasnya.
Selain harga komoditas energi, krisis juga terjadi di sektor pangan. Jokowi membandingkan harga beras dengan negara lain. Menurut dia, kondisi kenaikan harga komoditas strategis ini bisa berujung kepada inflasi.
ADVERTISEMENT
"Begitu juga dengan beras, Rp 10.700. Di negara lain segitu tingginya, duh naik 30 persen, ada yang 40 persen, ada di atas 60 persen. Dan inflasi artinya kenaikan. Berapa kali lipat?" ujarnya.