BEI Beberkan Kondisi Pasar Modal yang Babak Belur Di Tengah Pandemi COVID-19

24 April 2020 13:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya angkat suara soal kondisi pasar modal Indonesia di tengah pandemi COVID-19 saat ini.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengakui bahwa kinerja pasar modal sangat terdampak dengan adanya pandemi. Hal ini tercermin dari menurunnya aktivitas jual-beli saham di bursa. Inarno membeberkan, nilai rata-rata transaksi harian telah ambles hampir 24 persen dibandingkan penutupan perdagangan 2019.
“Selama tahun berjalan hingga penutupan perdagangan 17 April 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat drop 26,43 persen ke level 4.635 dengan diikuti penurunan kapitalisasi pasar sebesar minus 26,11 persen menjadi Rp 5.368 triliun,” ungkap Inarno saat konferensi pers virtual, Jumat (24/4).
Selain itu, rata-rata frekuensi harian turun 1,49 persen menjadi 462.000 kali. Bahkan nilai rata rata transaksi harian turun 23,84 persen menjadi Rp 6,34 triliun.
Inarno mengatakan, pergerakan IHSG dan nilai transaksi mulai menurun sejak Maret 2020. Yaitu setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien postif corona untuk pertama kali. Sejak saat itu pergerakan IHSG terus menurun hingga mencapai titik terendah pada 24 Maret 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
"Situasi ketidakpastian terus berjalan sampai IHSG menyentuh level terendah pada hari Selasa, 24 Maret 2020. Indeks turun 37.49 persen dibanding posisi akhir tahun lalu. Semoga ini menjadi puncak penurunan terdalam di tahun ini," ujar Inarno.
Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djayadi. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Secara historis, penurunan tersebut memang bukan penurunan paling tajam yang pernah terjadi pada IHSG. Menurut Inarno, koreksi IHSG terdalam sepanjang sejarah pernah terjadi sebesar minus 50,6 persen. Penurunan tersebut terjadi saat krisis keuangan global 2008 yang disebabkan kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat (AS).
Meski IHSG mengalami penurunan, namun menurut Inarno, aktivitas perdagangan masih berjalan cukup baik. Hal ini tercermin dari rata-rata perdagangan pada Maret 2020 yang tercatat sebesar Rp 7,9 triliun per hari. Nilai ini meningkat dibandingkan rata-rata perdaganga pada Januari dan Februari.
ADVERTISEMENT
“Hanya Rp 6,4 triliun pada Januari dan Februari Rp 6,6 triliun. Sedikit-sedikit mulai naik sampai Maret Rp 7,9 triliun,” ujarnya.
Selain itu, penurunan juga terjadi di seluruh indeks sektoral. Penurunan paling dalam terjadi pada sektor aneka industri yang anjlok 40,60 persen. Dalam sektor industri tersebut, penurunan terdalam terjadi pada harga saham milik PT Astra Internasional Tbk (ASII). Harga saham ASII tercatat turun 40 persen dari sebelumnya. Selain itu, dari penurunan terdalam pada nilai kapitalisasi pasar terjadi pada sektor keuangan. Nilai kapitalisasi pasar sektor keuangan tercatat turun sebesar Rp 708 triliun.
Selain itu, pada periode Januari hingga April 2020, BEI mencatat telah terjadi net sell sebesar Rp 14,87 triliun. Penarikan dana asing paling besar terjadi pada akhir Februari hingga April 2020. Sedangkan dari sisi global, penurunan indeks paling dalam dialami oleh Austria sebesar 35,05 persen. Sedangkan penurunan kapitalisasi pasar paling besar terjadi di bursa saham Amerika yang anjlok hingga USD 3 triliun.
ADVERTISEMENT
“Kalau dilihat 2020 memang kecenderungan tekanan jual seperti yang terjadi di pasar global pada umumnya. Pergerakan pasar modal ini dinamis. Kalau pengendalian COVID-19 menunjukkan hasil maka akan ada rebound,” tandasnya.