Berita Populer: 90 Negara Antre Utang ke IMF hingga Menagih Keringanan Kredit

14 April 2020 6:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi IMF. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IMF. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Dampak serangan virus corona masih ramai menjadi bahan pemberitaan. Tak heran, tema mengenai virus corona mengisi berita populer kumparanBisnis sepanjang hari Senin (13/4).
ADVERTISEMENT
Bukan hanya di Indonesia, virus corona juga berdampak besar kepada perekonomian banyak negara di dunia. Dalam kondisi yang sulit ini banyak negara yang mengantre utang dari IMF termasuk Indonesia.
Kabar tersebut dilengkapi dengan Menteri BUMN Erick Thohir yang membeberkan jajaran direksi BUMN tidak mengerti perihal laporan keuangan. Selain itu, penjelasan mengenai kendala relaksasi kredit juga menjadi perhatian masyarakat sepanjang hari kemarin.
Berikut ini selengkapnya berita populer kumparanBisnis yang terjadi pada Senin (13/4):

90 Negara Terdampak Corona Mengantre Utang dari IMF

Dampak virus corona terhadap kondisi ekonomi dan keuangan sejumlah negara semakin mengkhawatirkan. Salah satu penyebabnya, negara-negara tersebut harus mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 dalam jumlah besar, yang sebelumnya tak dianggarkan.
Kondisi ini diperparah oleh aliran modal keluar dari negara berkembang, yang terjadi sejak awal Januari 2020. Dikutip dari The Economist, investor asing menghindari risiko keuangan lebih buruk, dengan menarik modal mereka kembali ke negara asalnya. Total dana yang ditarik dari pasar berbagai negara berkembang mencapai USD 96 miliar atau hampir Rp 1.500 triliun.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, komoditas yang jadi andalan penopang ekonomi negara-negara berkembang itu, harganya anjlok. Demikian juga industri pariwisata yang terpukul oleh merebaknya virus corona. Akibatnya mata uang negara-negara berkembang, nilai tukarnya jatuh terhadap dolar AS.
“Lebih dari 90 negara telah mendekati IMF sebagai the lender of last resort (pemberi pinjaman terakhir untuk dimintai bantuan),” tulis The Economist.
Ilustrasi IMF Foto: Reuters
Dalam hitungan IMF, kebutuhan utang seluruh 90 negara itu mencapai USD 2,5 triliun atau setara Rp 40.000 triliun. Nilai ini adalah rekor tertinggi dana yang dibutuhkan IMF untuk mengutangi negara-negara anggotanya yang membutuhkan.
Padahal, IMF sendiri hanya punya dana USD 1 triliun. Itu pun seperempatnya sudah terikat komitmen sebagai pinjaman ke sejumlah negara.
ADVERTISEMENT
Peruntukan utang dari IMF itu, di antaranya untuk membiayai impor. Termasuk juga membayar utang negara-negara tersebut yang sudah jatuh tempo. Indonesia juga menjadi negara yang menambah utang.

Banyak Direksi BUMN Tak Mengerti Laporan Keuangan

Menteri BUMN Erick Thohir mengaku telah menerima laporan banyak direksi dari perusahaan negara tak mengerti laporan keuangan. Padahal, kemampuan membaca laporan keuangan sangat penting dalam menjalankan sebuah perusahaan.
Akan tetapi, Erick tak menyebutkan siapa saja direksi dan BUMN mana yang dimaksud. Jumlah perusahaan negara mencapai 142 yang jika digabung dengan anak serta cucu perusahaan mencapai 800-an.
"Banyak sekali direksi BUMN juga, ini sudah ada laporannya, tidak mengerti laporan keuangan. Itu bagaimana?" kata dia dalam siaran langsung di Instagram Kementerian BUMN, Senin (13/4).
ADVERTISEMENT
Ketidakmampuan direksi BUMN membaca laporan keuangan menjadi tantangan buat para karyawan Kementerian BUMN yang memiliki kewenangan untuk memilih mereka sebelum menduduki kursi empuk tersebut. Karena itu, kata dia, kompetensi pegawai di lingkungan kementerian harus ditingkatkan.
Karena yang dihadapi Kementerian BUMN adalah korporasi, dia tak ingin direpotkan dengan urusan birokrasi yang berbelit-belit. Orang-orang kementerian juga tak boleh asal pilih direksi untuk memimpin BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Selain menyoroti banyaknya direksi BUMN tak bisa membaca laporan keuangan, Erick juga menyebut dari ratusan perusahaan negara, hanya 10 persen yang menyatakan mampu berdiri tegak. Selebihnya, sebanyak 68 persen tak siap dan disarankan untuk dikonsolidasikan seperti dimerger atau dilikuidasi.
Konsolidasi BUMN memang tengah menjadi pekerjaan besar Erick dan jajarannya. Dia mengklasifikasikan BUMN sesuai peran, bisnis utama, dan kemampuan mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparannya di DPR beberapa waktu lalu, Erick menjelaskan, BUMN yang dikonsolidasikan itu sebenarnya berkinerja baik, tapi pangsa pasarnya rendah. Sedangkan BUMN yang terindikasi dipertahankan dan dikembangkan mencapai 9,1 persen karena berpotensi baik. Lalu 6,3 persen harus bertransformasi, 8,2 persen BUMN akan diutamakan untuk pelayanan publik dan 8,2 persen terakhir akan divestasi atau bermitra.
Di sisi lain, Erick juga meminta kualitas sumber daya manusia di internal Kementerian BUMN ditingkatkan. Dia bakal mengadakan pelatihan bagi pegawainya dengan menerapkan konsep dengan system learning development 7:20:10.

Janji Keringanan Kredit Dikeluhkan, Dosen UI Beberkan Masalah Aturan di OJK

Keinginan Presiden Jokowi mengatasi dampak virus corona ke perekonomian, termasuk bagi para nasabah penerima kredit bank dan lembaga pembiayaan, direspons cepat oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Salah satu yang diatur, adalah soal pemberian keringanan kredit kepada bank dan lembaga pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya dalam pelaksanaan di lapangan, banyak nasabah mengeluhkan susahnya mendapat keringanan kredit ini. Para pengemudi ojol atau ojek online yang tergabung dalam Garda misalnya, menilai syarat untuk mendapat keringanan kredit itu terlalu birokratis.
Aturan soal keringanan kredit itu sendiri, merupakan bagian dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Pakar Hukum Keuangan dan Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Arman Nefi, mengapresiasi cepatnya OJK dalam menerbitkan aturan tersebut.
Pengemudi ojek daring tertidur diatas sepeda motornya tak jauh dari salah satu rumah makan akibat sepinya orderan di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (8/4). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Seperti yang dikeluhkan para nasabah penerima kredit, Arman pun melihat banyak masalah di lapangan yang belum terjawab oleh POJK tersebut. Padahal POJK itu sudah berjalan hampir sebulan, yakni ditetapkan tanggal 13 Maret 2020 dan diundangkan 16 Maret 2020.
ADVERTISEMENT
"Ternyata masih banyak hal-hal yang tidak mampu dijawab di lapangan. Indah pada keterangan-keterangan pejabat di publik, tapi tidak memberikan kelegaan kepada pihak-pihak yang terdampak dan juga baru disadari ada kekurangan dan kelemahan setelah peraturan (kebijakan) diundangkan dan diberlakukan," kata Arman melalui pernyataan tertulis yang diterima kumparan, Minggu (12/4).
Dia pun mendorong OJK untuk bisa berbesar hati, melakukan sejumlah revisi yang diperlukan. Arman kemudian membeberkan sejumlah masalah dalam Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020.
Pertama, pada bagian MENIMBANG bagian (a), telah disampaikan dengan baik, bahwa perkembangan penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) secara global telah berdampak secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit atau pembiayaan. Seharusnya ini konsisten penggunaan kata-kata pada saat dipakai dalam peraturan ini sampai selesai. Tapi yang kita temukan hanya kata dampak, atau jalan keluarnya dibuat di ketentuan umum pengertian DAMPAK, sehingga terhindar dari ketidakkonsistenan.
ADVERTISEMENT
Kedua, pada Pasal 2 ayat (1) kata dampak ini sudah langsung diuji dengan isi pasalnya, Bank (dan seharusnya juga dengan Perusahaan Pembiayaan) dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal ini terbuka menjadi penafsiran masing-masing yang berkepentingan, sudah jelas Pihak Bank dan Perusahaan Pembiayaan akan bersikukuh, ini bukan kewajiban (baca kata 'dapat') dan hanya untuk yang positif COVID-19. Di sisi lain debitur juga tidak boleh dan tidak elok memanfaatkan situasi (moral hazard) dalam rangka win-win solution.
Ketiga, POJK ini hanya berlaku untuk Bank Umum Konvesional, Bank Umum Syariah, Unit-Unit Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Padahal pada bagian menimbang tadi sudah disebutkan kredit atau pembiayaan. Untuk pinjaman lewat Perusahaan Pembiayaan (Leasing) POJK Nomor 11 Tahun 2020 tidak mengatur. Perusahaan Pembiayaan dan Debitur yang terkait Leasing hendak mengadu ke mana?, sebaiknya dimasukkan dalam pasal-pasal POJK ini untuk kepastian hukum, atau ada POJK yang lain?
Pengemudi ojek online menunnggu orderan di kawasan Tanah Kusir, Jakarta, Jumat (7/4/2020). Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Keempat, Apabila tentang Leasing ini dimasukkan, sebaiknya di bagian mengingat ditambahkan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, demikian halnya di Ketentuan Umum, karena POJK Nomor 29 Tahun 2014 berlaku untuk kondisi normal, tidak ada pasal-pasal yang mengatur secara spesifik yang berkaitan dengan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Kelima, Perlu ada kebijakan yang bersifat umum (general) dan bersifat khusus. Yang bersifat umum misalnya untuk seluruh pinjaman kredit mendapatkan pengurangan bunga/ pengurangan biaya titipan dan seterusnya (istilah-istilah dalam syariah) sekian persen. Hal ini harus diputuskan dengan suasana batin, bahwa ini adalah kondisi darurat.
Karena semua Pihak saat ini baik langsung maupun tidak langsung terdampak dengan wabah Covid-19 dan agar debitur tidak perlu semuanya berbondong-bondong mengajukan permohonan, mengisi formulir, dianalisis dulu, menunggu keputusan, keberatan dan seterusnya yang membuat tujuan keringanan kredit tidak tercapai. Padahal waktu, ketidakpastian, dan situasi cepat berubah. Sementara untuk yang khusus, setuju pemberlakuannya seperti yang telah diatur dalam POJK No 11 Tahun 2020.
Keenam, Jika usulan yang kelima dapat diterima maka akan lebih efektif pemberlakuan Jenis Sektor Ekonomi yang terdampak yang terdapat pada lampiran POJK Nomo11 Tahun 2020 (a. pertanian, kehutanan, dan perikanan; b. pertambangan dan penggalian; c. industri pengolahan; d. konstruksi; e. perdagangan besar dan eceran, reparasi, dan perawatan mobil dan sepeda motor; f. pengangkutan dan pergudangan; g. penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum; h. agen perjalanan; i. kesenian, hiburan, rekreasi; atau j. lainnya (sebutkan).
ADVERTISEMENT
Jika tidak, ini akan menjadi perdebatan yang berkepanjangan antara kreditur dan debitur, karena pada kenyataannya dampak virus corona ini terjadi baik langsung maupun tidak langsung, terhadap semua sektor ekonomi.