BI Jelaskan Penyebab Rupiah Masih Betah di Kisaran Rp 15.000 per Dolar AS

29 April 2020 13:08 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah hari ini masih di kisaran Rp 15.000 per dolar AS. Padahal, Bank Indonesia (BI) telah melakukan sejumlah kebijakan moneter untuk menstabilkan kurs.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Financial Times hari ini pukul 12.40 WIB, kurs berada di level Rp 15.367 per dolar AS, melemah 8,22 persen dibandingkan sebelumnya. Bahkan tadi pagi rupiah berada di Rp 15.324 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat rupiah belum mampu bergerak di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Salah satunya karena kondisi pasar keuangan di AS yang masih berfluktuasi, yang diukur melalui volatility index (VIX).
Saat ini, tingkat VIX masih di angka 38. Padahal sebelum adanya pandemi virus corona, VIX di bawah 20, bahkan mencapai 18.
"Tapi posisi 38 ini lebih rendah dari posisi puncak pada Maret lalu, yang berada di angka 83. Ke depan kami upayakan untuk mengarahkan ke 18," ujar Perry saat live streaming, Rabu (29/4).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Selain itu, otoritas moneter juga melihat modal asing yang masuk ke Indonesia saat ini belum begitu lancar. Hal ini bisa dilihat dari lelang terakhir Surat Berharga Negara (SBN) yang hanya diperoleh Rp 16,6 triliun atau tak mencapai target indikatif sebesar Rp 20 triliun.
ADVERTISEMENT
"Modal asing ini masuk, tapi masih seret kadang masuk kadang keluar. Kalau bid to cover ratio-nya meningkat maka minat membeli SBN akan meningkat," jelas dia.
Penyebab lainnya rupiah masih bertengger di kisaran Rp 15.000 per dolar AS adalah masih tingginya premi risiko gagal bayar atau credit default swap (CDS) di level 216. Padahal sebelum adanya COVID-19, CDS hanya di kisaran 60.
"Insyaallah akan lebih rendah, kalau premi risikonya rendah akan mendorong rupiah ke tingkat fundamentalnya," katanya.
Meski demikian, Perry menegaskan pihaknya akan selalu berada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Hingga akhir tahun ini, Perry meyakini rupiah akan menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
"Untuk ke depan sampai akhir tahun rupiah stabil dan menguat seperti yang sebelumnya disampaikan, mengarah ke Rp 15.000 per dolar AS," Perry menambahkan.