BI: Meski Hadapi Banyak Tantangan, UMKM Sumbang 57 Persen PDB

21 Mei 2022 15:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baazar sejumlah UMKM dalam acara G20 Empower di Royal Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta, Rabu (18/5/2022). Foto: Galang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Baazar sejumlah UMKM dalam acara G20 Empower di Royal Ambarukmo, Sleman, Yogyakarta, Rabu (18/5/2022). Foto: Galang/kumparan
ADVERTISEMENT
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) punya peran strategis sebagai sumber pertumbuhan perekonomian Indonesia. Kontribusi terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 57,14 persen atau Rp 7.034,14 triliun.
ADVERTISEMENT
Peran strategis UMKM lainnya dapat dilihat dari kontribusi terhadap jumlah unit usaha yang mencapai 99,9 persen atau 65,5 juta UMKM dan penyerapan tenaga kerja (TK) sekitar 96,92 persen dengan menjaring 119,56 juta TK.
Kepala Grup Pengembangan UMKM & Keuangan Inklusi DUPK, Elsya Chani mengatakan UMKM adalah sektor strategis apabila semua bergerak untuk maju dampaknya akan sangat besar.
"99 persen lebih pelaku usaha adalah UMKM dan sumbangan kepada perekonomian tidak tanggung-tanggung lebih dari separuh bahkan lebih dari 57 persen PDB," ujar Elsya dalam Talkshow : Wastra, Wisata dan Rempah Bangka Belitung Mendunia, Sabtu (22/5).
Kendati demikian, UMKM masih memiliki berbagai tantangan, seperti ekspor, pengetahuan, kesiapan digital dan akses pemasaran.
Menurut Elsya, tantangan pertama datang dari nilai ekspor UMKM yang tergolong masih kecil. Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), lanjut Elsya, kendalanya ada pada sisi manajemen.
ADVERTISEMENT
Elsya memberikan contoh, dari sisi pengemasan bahkan kualitas produk sudah bagus, akan tetapi saat permintaan mulai meningkat, para pelaku UMKM belum mampu memenuhi itu. "Ini juga menjadi salah satu hal yang mesti kita atasi bersama," tambah Elsya.
Kedua, untuk melakukan ekspor dibutuhkan pengetahuan yang mumpuni lebih dari sekadar menciptakan produk. Para pelaku UMKM harus mengetahui produk seperti apa yang diminati dan standard yang dimiliki pada setiap negara tujuan ekspor.
"Mungkin seperti salah satu UMKM di Bangka Belitung yang memproduksi makanan atau minuman dalam hal ini lada. Nah itu mungkin ada standarnya terkait higienis, proses, grinding-nya dan sebagainya," ungkap Elsya.
Selain itu, tantangan ketiga, kata Elsya, kesiapan digital atau go digital juga penting bukan hanya sekadar untuk ekspor. Saat ini segala sesuatu dilakukan serba digital dan para konsumen sudah terbiasa membeli menggunakan platform digital.
Produk UMKM yang dipamerkan saat Merayu Trenggalek Fashion Day 2022 di Museum Tekstil Jakarta, Sabtu (21/5). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pengetahuan untuk dapat menjual dan bersaing serta dilihat konsumen menjadi sesuatu yang penting. Sementara UMKM di Indonesia baru hanya 26,2 persen dari 65,5 juta UMKM yang memanfaatkan marketplace.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan, sedangkan untuk go digital itu diperlukan cara berpikir yang digital (digital mindset).
Di samping itu, tantangan keempat adalah masalah sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur, seperti jaringan internet yang lambat. Hal ini dapat membuat pembeli sulit untuk mengakses bahkan pelaku UMKM juga kesulitan untuk memperbaharui data produk jualannya secara digital.
Sebagai informasi, sesuai Katadata Insight Cebter, ada 77,7 persen UMKM mengalami kendala pemasaran online, antara lain kurangnya pengetahuan, SDM dan keterbatasan infrastruktur.
"Jadi, tentu bekal kita untuk paham mengenai digitalisasi atau e-commerce, berdagang secara digital bahkan dalam memberikan layanan digital ini menjadi satu modal penting," tandas Elsya.