BI Prediksi Penguatan Rupiah Masih Terus Berlanjut

19 Mei 2020 15:50 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai menunjukan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran uang Ayu Masagung di Jalan Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (7/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai menunjukan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran uang Ayu Masagung di Jalan Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (7/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) mengklaim nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini masih undervalue atau di bawah nilai fundamentalnya. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, rupiah masih bisa terus menguat ke depannya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut didorong oleh meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Berdasarkan kurs referensi Jisdor BI, rupiah hari ini dibuka Rp 14.823 per dolar AS, menguat dibandingkan pembukaan di awal pekan Rp 14.885 per dolar AS.
Sejak 1-18 Mei 2020, rupiah menguat 5,1 persen secara rerata dan 0,17 persen secara point to point,dibandingkan dengan level akhir April 2020. Namun jika dibandingkan sejak awal tahun ini hingga 18 Mei 2020, rupiah masih mencatatkan depresiasi 6,52 persen.
"Penguatan rupiah karena aliran modal asing dan valas. BI memandang tingkat nilai tukar rupiah sekarang ini secara fundamental masih tercatat undervalue, sehingga berpotensi akan terus menguat dan mendukung pemulihan ekonomi negara," ujar Perry dalam video streaming, Selasa (19/5).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Dia melanjutkan, bank sentral akan terus mengoptimalkan operasi moneter untuk menstabilkan rupiah sesuai dengan mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas.
ADVERTISEMENT
"Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas," jelasnya.
Sejak awal tahun hingga saat ini, BI telah menginjeksi likuiditas di pasar keuangan maupun perbankan dalam bentuk quantitative easing sebesar Rp 583,5 triliun.
Selain itu, kebijakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional sebesar 200 basis poin dan bank umum syariah atau unit usaha syariah sebesar 50 basis poin, telah menambah likuiditas Rp 102 triliun.
"Bagaimana Rp 583 triliun ini dapat mendorong dan memperkuat ekonomi, di sinilah pentingnya program pemulihan ekonomi nasional dan sinergi ini diperkuat, di mana BI akan tetap pastikan kebutuhan likuiditas dipenuhi," tambahnya.
ADVERTISEMENT