
"Untuk diketahui, jumlah pesawat yang ada di Indonesia jumlahnya cuma setengah, banyak yang tidak bisa berfungsi dengan berbagai alasan," kata Budi Karya ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (24/11).
Dengan alasan itu, Budi Karya membantah jika pihak maskapai yang enggan beroperasi di bandara-bandara sepi itu. Adapun masalah pesawat ini, kata dia, menjadi persoalan global, bukan hanya di Indonesia.
Di saat yang sama, Budi Karya juga menyoroti tren kenaikan harga tiket. Dia mencontohkan tarif tiket pesawat di Singapura sudah melonjak 2 kali lipat dan di Dubai sudah melonjak 4 kali lipat.
"Kalau dirinci kenapa? Karena 60 persen biaya pesawat itu adalah avtur dan leasing pesawat. Avtur naik, leasing naik," kata dia.
Sisa Luka Pandemi
Sedang memuat...
0 01 April 2020
S
Sedang memuat...

Budi Karya mencatat, kondisi penerbangan global saat ini adalah imbas dari terjadinya pandemi COVID-19, di mana maskapai masih menanggung luka.
Selama 2020-2021, terjadi kontraksi penurunan mobilitas hingga 80 persen. Di lain sisi, korporasi penerbangan adalah jenis industri padat modal dan padat karya yang harus menanggung cost besar.
"Dua tahun dia harus menanggung leasing, harus tanggung karyawan, di mana dia tak punya income. Pasti mereka berdarah-darah karenanya," kata Budi.
Adapun langkah Kemenhub untuk menyiasati persoalan bandara yang sepi salah satunya adalah mendorong pemerintah daerah untuk memberikan stimulus penerbangan.
Budi mencontohkan kesuksesan skema tersebut di Bandara Toraja, di mana penerbangan Toraja-Makassar disubsidi pemerintah provinsi dan pemda Toraja. Uang subsidi itu, juga digunakan untuk penerbangan Toraja-Balikpapan.
"Kami mengajak pemda untuk sharing pesawat. Itu kalau okupansi di bawah 50 persen mereka rugi, makannya ada block guarantee, dilakukan oleh pemda secara bersama-sama," terangnya.
Kementerian Perhubungan saat ini berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar format stimulus pemerintah daerah tersebut bisa digunakan di daerah-daerah lainnya.