Bos Adaro Komentari Royalti Batu Bara Nol Persen di UU Cipta Kerja

20 Oktober 2020 18:48 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden direktur Adaro energy Garibaldi Thohir Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden direktur Adaro energy Garibaldi Thohir Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengusaha batu bara mendapat keuntungan dalam UU Cipta Kerja karena bisa dibebaskan kewajiban membayar royalti asalkan mau melakukan hilirisasi. Pada Pasal 128A disebutkan, pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir mengatakan, pihaknya mendukung keputusan pemerintah untuk mendorong hilirisasi batu bara. Menurut dia, keputusan yang diambil pasti telah mempertimbangkan manfaat yang lebih besar untuk rakyat, sebab hilirisasi akan membuat batu bara memiliki nilai tambah.
Adapun insentif perlu diberikan ke pengusaha batu bara yang melakukan hilirisasi di dalam negeri karena proses tersebut tidak mudah dilakukan dan membutuhkan modal. Insentif ini tidak hanya dibahas di UU Cipta Kerja, tapi juga di UU Mineral dan Batu Bara yang disahkan lebih dulu oleh DPR.
"Kalau pemerintah berikan insentif karena memang hilirisasi ini enggak mudah, harus lakukan investasi dan inisiatif. Tapi kita dukung lah program pemerintah sebab ujungnya kepentingan Indonesia nomor satu. Apa pun kepentingan negara nomor satu di atas kepentingan kita semua," kata dia dalam media gathering syukuran HUT Adaro yang ke-28 secara virtual, Selasa (20/10).
ADVERTISEMENT
Untuk mengembangkan hilirisasi batu bara, Adaro masih melihat beberapa peluang seperti gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). DME bisa menjadi bahan baku untuk LPG yang selama ini 75 persennya diimpor dari luar negeri.
Presiden direktur Adaro energy Garibaldi Thohir Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Saat ini, Adaro masih memilih produk hilirisasi yang bakal dikembangkan sesuai model bisnisnya. Tapi, dia optimistis bisa menjalankan arahan pemerintah karena Adaro punya modal mulai dari sisi infrastruktur hingga besarnya cadangan batu bara yang belum dikeruk.
Lokasi tambang batu bara Adaro memang terbilang jauh dari Jawa dan Sumatera. Karena itu, dia berharap bisa produk hilirisasinya bisa berkembang di kawasan Indonesia Timur.
Untuk mitra dalam proyek hilirisasi batu bara, kakak kandung Menteri BUMN Erick Thohir ini mengatakan masih menjajakinya, termasuk kerja sama dengan perusahaan asing.
ADVERTISEMENT
"Infrastruktur sudah siap, power plant, kita ada tenaga kerja, ada pelabuhan sungai. Namun, lokasi kita agak jauh dari Jawa dan Sumatera. Jadi mungkin saja kita bisa jadi driving force untuk kawasan Indonesia timur. Kita masih pelajari plus minusnya," ujar Boy, sapaan akrab Garibaldi.
Tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Terkait hasil pertambangan batu bara yang menjadi barang kena pajak pertambahan nilai atau PPN dalam UU Cipta Kerja, Boy mengaku tidak masalah. Kata dia, sebenarnya, dulu hasil pertambangan batu bara memang dikenakan PPN.
Kata dia, pada 1985 sebetulnya batu bara sudah termasuk barang kena pajak. Tapi pada 2001 aturannya berubah.
"Nah mungkin pemerintah dan DPR masukan klausul ini karena produk mineral lainnya sudah BKP (barang kena pajak). Jadi kalau sudah ditanya keuntungan atau ruginya? Kita sih netral aja. Ini kan masalah batu bara kena pajak ya sudah seyogyanya. Secara umum kan ada PPN masukan. Itu saja," ujarnya.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.