Bos MIND ID Desak Mendag dan Menperin Batasi Impor Produk Tambang

24 November 2022 14:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan Tambang MIND ID. Foto: dok. MIND ID
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Tambang MIND ID. Foto: dok. MIND ID
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Holding BUMN Pertambangan MIND ID, Hendi Prio Santoso, meminta pemerintah memperketat pengaturan tata kelola impor produk tambang demi perkembangan industri hilirisasi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Hendi pun meminta dukungan Komisi VII DPR dan pemerintah, khususnya kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), agar menyusun regulasi untuk membatasi impor produk tambang.
"Mohon dukungan regulasi khususnya dari sektor Kemenperin dan Kemendag untuk mendukung pengembangan industri hilirisasi di dalam negeri khususnya adanya pengaturan tata kelola impor," ujarnya saat rapat dengan Komisi VII DPR, Kamis (24/11).
Dia mencontohkan di sektor pertambangan timah, upaya hilirisasi yang dilakukan oleh PT Timah (Persero) dalam pembuatan produk tin chemical dan tin solder masih belum mendapatkan dukungan yang optimal dari pemerintah.
"Kemendag dan Kemenperin masih membolehkan impor sehingga peloporan yang dilakukan tidak mendapatkan insentif dukungan yang diperlukan, paling tidak kita menutup pintu importasi dari kegiatan tersebut," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Hendi juga mencontohkan impor produk aluminium masih terjadi secara masif sehingga produk yang dihasilkan di dalam negeri kalah saing. Sama halnya dengan timah, dia juga minta keran impor aluminium bisa dibatasi.
"Kami ingin sekali menjadi tuan rumah di negeri sendiri akan tetapi juga membutuhkan dukungan secara bertahap dari Kemenperin dan Kemendag untuk bisa membatasi kegiatan impor aluminium," tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hendi juga meminta dukungan Komisi VII DPR untuk mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi tata kelola komoditas timah, nikel, dan bauksit sebagai mineral kritis dan strategis.
"Kita perlu karena selama ini tata kelola dan tata niaga belum bisa memaksimalkan aspek strategis dan keuntungan dari sisi pendapatan negara, dari sisi keoptimalan ekonomis dan return dari optimasi potensi masing-masing komoditas," pungkas dia.
ADVERTISEMENT