Bos PLN Buka Suara soal Tagihan Listrik hingga Kerugian Rp 38 Triliun

18 Juni 2020 6:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT PLN (Persero), Zulkifli Zaini memberikan pers di Kementerisn BUMN, Jakarta, Senin (23/12).  Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT PLN (Persero), Zulkifli Zaini memberikan pers di Kementerisn BUMN, Jakarta, Senin (23/12). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini buka-bukaan mengenai kondisi perusahaan. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR, Rabu (17/6), dia membeberkan penyebab tagihan listrik pelanggan yang melonjak.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Zulkifli juga mengungkapkan penyebab perusahaan merugi Rp 38 triliun di Kuartal I 2020 hingga menunggu pemerintah membayar dana kompensasi subsidi listrik periode 2018 dan 2019. Berikut kumparan rangkum:

Tagihan Melonjak Bukan Karena Tarif Listrik Naik

Zulkifli menegaskan lonjakan kenaikan tagihan listrik pada rekening bulan Mei dan Juni terjadi bukan karena perusahaan menaikkan tarif atau pun melakukan subsidi silang ke pelanggan 450 VA dan 900 VA subsidi yang diberi stimulus.
"Kenaikan tarif listrik adalah ranah pemerintah dan DPR. Pemerintah sudah putuskan sejak 2017 tarif listrik tidak mengalami kenaikan," katanya.
Meski sejak tiga tahun lalu tarif listrik tak naik, Zulkifli mengatakan bahwa harga keekonomian listrik sudah berubah dalam 3,5 tahun terakhir akibat perubahan kurs, harga BBM, dan inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikannya rata-rata 3 sampai 4 persen.
ADVERTISEMENT
Naiknya tagihan listrik terjadi karena mekanisme tagihan berdasarkan pemakaian rata-rata tiga bulan terakhir akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Karena kebijakan itu, PLN memutuskan tak mengirim petugas pencatat meteran ke rumah warga untuk pemakaian Maret dan April demi menghindari penularan virus corona.
Karena pemerintah saat ini sudah melonggarkan PSBB, untuk tagihan rekening Juni yang merupakan penggunaan Mei, PLN pun kembali melakukan pencatatan meter ke rumah-rumah warga. Jadi, penghitungan listrik untuk rekening bulan ini berdasarkan pencatatan meteran dan laporan pelanggan via WhatsApp.
Selisih pemakaian yang belum masuk dalam tagihan di masa PSBB kemudian dimasukkan ke tagihan bulan ini. Selain adanya akumulasi tagihan dari bulan-bulan sebelumnya, konsumsi listrik masyarakat juga meningkat karena lebih banyak beraktivitas di rumah, misalnya work from home (WFH) dan masuk bulan puasa pada Mei lalu.
ADVERTISEMENT

Minta Maaf Karena Komunikasi PLN Belum Jangkau Seluruh Pelanggan

Salah satu masalah yang disorot DPR dalam rapat kemarin adalah komunikasi PLN yang buruk. Sebab, perusahaan tak menyampaikan bakal ada kenaikan tagihan sebelumnya.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Zulkifli Zaini di Kementerisn BUMN, Jakarta, Senin (23/12). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Usai mendengarkan kritik dan masukan Komisi VII, Zulkifli menyampaikan bahwa sebetulnya sosialisasi ke pelanggan telah dilakukan secara masif melalui media sosial dan media massa. Namun, sosialisasi itu ternyata masih belum dapat menjangkau semua pelanggan. Ia pun memohon maaf.
"Kami paparkan bagimana PLN mengatasi keluhan tersebut, mulai dari posko aduan sampai yang melakukan sosialisasi lonjakan tagihan sehingga dapat dipahami masyarakat, tidak hanya yang memperoleh akses media tapi juga ke masyarakat di pedesaan. Ternyata komunikasi yang kami lakukan belum cukup, kami mohon maaf. Komunikasi yang kami lakukan di media dan media sosial sudah cukup masif tapi belum bisa menjangkau semua masyarakat," katanya.
ADVERTISEMENT

Ungkap Penyebab Perusahaan Rugi Rp 38,8 Triliun

PLN mencatatkan kerugian sebesar Rp 38,88 triliun di kuartal I 2020. Kinerja keuangan PLN mengalami penurunan dibanding kuartal I 2019 yang berhasil meraup laba bersih Rp 4,157 triliun.
Zulkifli Zaini pun mengungkapkan penyebab meruginya perusahaan pada tiga bulan pertama tahun ini. Menurut dia, kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS sejak virus corona mulai masuk ke Indonesia.
Zulkifli menjelaskan, nilai tukar rupiah saat itu sempat menyentuh level Rp 16.367 per dolar Amerika Serikat. Amblasnya rupiah membuat perusahaan wajib mencatat selisih kurs dalam pembukuannya sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10.
"Perlu kami sampaikan akhir Maret 2020 terjadi pelemahan nilai tukar terhadap mata uang asing akibat sentimen negatif dan lain-lain. Jadi, itu adalah rugi accounting akibat selisih kurs," terangnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kinerja keuangan perusahaan masih positif jika dilihat dari total pendapatan usaha. Perusahaan mencatat, penjualan tenaga listrik di 3 bulan pertama 2020 mencapai Rp 70,24 triliun, sementara di periode yang sama tahun lalu Rp 66,84 triliun.
Pendapatan dari penyambungan pelanggan bertambah menjadi Rp 1,83 triliun dari sebelumnya Rp 1,607 triliun. Begitu juga pendapatan lain-lain sebesar Rp 622,61 miliar yang lebih baik dibanding Rp 463,32 miliar pada kuartal I 2019 lalu.

Hilang Pendapatan Rp 3 Triliun dalam Sebulan

Pandemi COVID-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda reda membuat penjualan listrik berkurang terutama untuk sektor industri di regional Jawa karena banyak pabrik tidak beroperasi. Zulkifli menyebut, pada bulan lalu, perusahaan harus kehilangan pendapatan Rp 3 triliun.
ADVERTISEMENT
Hilangnya pendapatan Rp 3 triliun berasal dari penjualan industri yang turun 15 persen atau sekitar 3.000 mega watt (MW). Meski penjualan listrik rumah tangga naik seiring dengan aktivitas di rumah saja, tapi masih belum bisa menutup kehilangan pendapatan dari sektor industri.
"Jadi kenaikan konsumsi listrik rumah tangga belum meng-cover penurunan listrik industri sehingga yang kami lihat adalah pendapatan bulanan PLN yang biasanya Rp 25 triliun per bulan, di bulan lalu hanya Rp 22 triliun, jadi ter-impact Rp 3 triliun," kata Zulkifli.

Tunggu Pemerintah Bayar Utang Subsidi Listrik Rp 45 Triliun

PLN menyatakan dana kompensasi subsidi listrik 2018 dan 2019 yang ditagih ke pemerintah belum juga masuk ke kas perusahaan. Nilai kompensasinya mencapai Rp 45 triliun.
ADVERTISEMENT
Zulkifli mengatakan, pemerintah menjanjikan kompensasi itu dibayar tahun ini. Perseroan pun menunggu pembayarannya.
"Tapi itu kata-katanya adalah akan dibayar tahun ini. Jadi sampai saat ini kami menunggu pembayaran pemerintah terkait dana kompensasi tersebut," katanya.