BPKN: Debt Collector Tak Boleh Mengancam dan Sita Barang Saat Tagih Utang

23 April 2021 20:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Debt Collector. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Debt Collector. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Penagihan utang oleh debt collector dengan cara yang merugikan debitur terus terjadi. Baru-baru ini, ada modus penagihan utang pinjaman online dengan memesan makanan dalam jumlah banyak ke debitur secara tunai.
ADVERTISEMENT
Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) kembali mengingatkan debt collector tidak boleh mengancam nasabah saat menagih utang. Proses penagihan pun harus tertib dan didampingi polisi.
"Sudah ada aturan yang mengatur bahwasanya jika debt collector melakukan penagihan harus didampingi polisi yang punya surat tugas,” kata Ketua BPKN RI Rizal E. Halim dalam diskusi virtual Ngabuburit Consumer Talks di YouTube, Jumat (23/4).
Selain tidak boleh mengancam, debt collector juga tidak berhak mengambil barang dari tangan debitur. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Aturan itu menyebutkan bahwa kepolisian berwenang memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi jaminan fidusia.
Teror debt collector pinjaman online. Foto: Rivan Dwiastono/kumparan
Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
ADVERTISEMENT
“Secara regulasi, debt collector tidak berhak menyita barang. Debt collector tidak berhak datang ke tempat untuk menyita barang walaupun barang itu sudah fidusia," tambahnya.
Rizal mengingatkan, bagi masyarakat yang menerima perlakuan pengambilan paksa barang oleh debt collector untuk melaporkannya kepada BPKN. Pengaduan itu bisa disampaikan melalui aplikasi BPKN 153.
“Sebagai lembaga negara BPKN menerima pengaduan,” jelasnya.
Dalam empat tahun terakhir, jumlah pengaduan konsumen yang masuk ke BPKN RI mencapai 6.000 aduan. Paling banyak berasal dari sektor jasa keuangan dan e-commerce.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim menilai keberadaan debt collector sudah salah sejak awal. Sebab, masalah utang seharusnya masuk dalam ranah hukum perdata karena melibatkan dua pihak yaitu debitur dan kreditur, sehingga harus diselesaikan oleh dua pihak bersangkutan.
ADVERTISEMENT
"Kemudian dicari solusi (kedua pihak), itu seharusnya yang dilakukan. Bukannya malah mengancam orang, itu seharusnya (si debt collector) ditangkap karena abuse of power," ujarnya.