BPKN Sebut Fintech Ilegal dari China hingga Malaysia Hantui Masyarakat

8 Desember 2020 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi mengamati salah satu barang bukti saat rilis kasus fintech ilegal di Polres Jakarta Utara, Jumat (27/12). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi mengamati salah satu barang bukti saat rilis kasus fintech ilegal di Polres Jakarta Utara, Jumat (27/12). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
Financial technology (fintech) ilegal masih menghantui masyarakat Indonesia. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, mengakui banyak keluhan dari masyarakat mengenai fintech illegal.
ADVERTISEMENT
Rizal mengungkapkan, pihaknya juga sudah menindaklanjutinya ke pihak terkait termasuk mendiskusikannya dengan Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Ini juga hasil wawancara kami dengan satgas waspada investasi OJK 50 persen penyelenggara fintech asing ilegal berasal dari 4 negara besar China, US, Singapura, dan Malaysia. Inilah yang menjadi momok bagi masyarakat dan konsumen kita yang setiap hari menghadapi tawaran dari fintech ilegal ini,” kata Rizal saat webinar yang digelar ILUNI UI, Selasa (8/12).
Ilustrasi doctor rupiah. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Rizal merasa OJK seharusnya bisa menjadi pihak yang bertanggung jawab terkait keberadaan fintech ilegal. Ia menyarankan OJK bisa menggandeng Menkominfo untuk langsung take down fintech ilegal.
“Tapi ternyata OJK hanya mengawasi fintech-fintech yang legal, di luar itu tidak masuk di radar OJK,” ujar Rizal.
ADVERTISEMENT
Rizal menganggap kondisi tersebut bukan berarti permasalahan tersebut tidak bisa diatasi. Menurutnya OJK harus terus sosialisasi dan mengedukasi masyarakat terkait fintech sampai pinjaman online lainnya. Ia mengaku BPKN juga terus melakukan langkah itu.
Rizal menegaskan pentingnya literasi tersebut dilakukan karena pengetahuan atau pemahaman masyarakat mengenai fintech masih rendah.
“(Literasi rendah) Kemudian kita membombardir masyarakat dengan jasa fintech seperti ini maka yang terjadi adalah menjebak masyarakat pengguna, konsumen, menjebak ke utang. Ketika utang menumpuk maka akan menjerumuskan masyarakat kita ke jurang kemiskinan,” tutur Rizal.