Buka-bukaan Dirut Semen Indonesia: Oversupply dan Permintaan Domestik Anjlok!

29 November 2022 12:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi memperkenalkan logo baru bertajuk SIG. Foto: Selfy Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi memperkenalkan logo baru bertajuk SIG. Foto: Selfy Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMBR) menjelaskan secara gamblang bagaimana industri semen di tanah air. Perseroan mencatat hingga saat ini terjadi penurunan penjualan 0,2 persen secara year on year (yoy), bahkan untuk permintaan semen domestik anjlok hingga 6 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Semen Indonesia, Donny Arsal mengatakan, ada beberapa faktor mengapa lesunya permintaan semen itu terjadi yakni kondisi pasar yang melambat dan kompetisi yang semakin ketat, terutama di sektor konstruksi dan real estate. Sehingga tak heran, jika saat ini terjadi oversupply.
Apalagi ekspor juga turun 44 persen karena keterbatasan supply batu bara. Hal ini lantaran harga batu bara yang signifikan menyebabkan cost of operation yang sangat tinggi.
“Jadi tahun ini sampai Oktober itu demand turun 16,7 persen (5.465.501) dibandingkan tahun lalu yang mengalami peningkatan 5,5 persen (6.559.570). Kalau kita lihat dari total demand nasional, kondisi market saat ini memang dalam kondisi oversupply, ada yang capacity 160 juta ton per tahun, demand hanya sebesar 63 juta per tahun, jadi hampir mencapai 95 persen dari total demand over supply-nya,” kata Donny di Komisi VI DPR RI, Selasa (29/11).
ADVERTISEMENT
Donny menyebut permintaan yang mengalami kenaikan hanya jenis semen curah. Namun proyek Semen Indonesia yang menggunakan jenis tersebut hanya 20 sampai 25 persen dari total demand. Sehingga secara keseluruhan permintaan masih tergolong rendah.
Di sisi lain, Donny menyebut disparitas harga semakin tinggi di pasar dan Semen Indonesia kewalahan untuk menutup disparitas tersebut.
“Kita harus memilih mengejar volume atau EBITDA (profitabilitas), kalau ngejar volume artinya price war. Saat ini kita naikkan harga tidak selalu dipenuhi investor, sementara kita melihat penurunan volume,” tutur Donny.