Buron Maria Pauline Lumowa Diekstradisi, BNI Berharap Dapat Dana Recovery

9 Juli 2020 18:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa digiring saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa digiring saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Upaya pelarian Maria Pauline Lumowa selama 17 tahun kini berakhir. Pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun tersebut telah diekstradisi dari Serbia pada Rabu (8/7) waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Corporate Secretary BNI, Meiliana, mengatakan Maria Pauline Lumowa merupakan tersangka utama kasus Unpaid L/C yang terjadi sekitar tahun 2002-2003.
"Kami sebagai BUMN, mendukung upaya penegakan hukum memberantas tindak pidana korupsi, juga sangat mengapresiasi keberhasilan aparat penegak hukum dan Instansi terkait lainnya dalam mengamankan MPL di Beograd-Serbia, yang merupakan salah satu Tersangka Utama kasus Unpaid L/C tahun 2002-2003," kata Meiliana kepada kumparan, Kamis (9/7).
Menurut Meiliana, dengan penangkapan dan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Beograd-Serbia ke Indonesia, maka proses hukum dapat dilanjutkan. Meiliana berharap, Maria Pauline Lumowa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, Bank BNI juga berharap dana yang dibobol Maria Pauline Lumowa pada 17 tahun lalu bisa kembali. Meiliana menegaskan, BNI akan menghormati proses hukum yang berjalan dan siap membantu aparat penegak hukum hingga kasus ini selesai.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya proses hukum terhadap MPL ini, maka berpotensi mendapatkan recovery untuk mengurangi kerugiannya. Kami menghormati proses hukum yang berjalan dan siap membantu aparat penegak hukum dalam proses Hukum terhadap MPL, sehingga proses penegakan hukum dapat diselesaikan hingga tuntas," tandasnya.
Gedung kantor pusat Bank BNI di Jakarta. Foto: Antara

Latar Belakang Kasus Maria Pauline Lumowa

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pembobolan kas bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Kasus ini bermula pada Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengucurkan pinjaman senilai USD 136 juta dan 56 juta Euro atau sekitar Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group, yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
PT Gramarindo Group diduga dibantu dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp, yang bukan bank korespondensi BNI.
ADVERTISEMENT
Pada Juni 2003, BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa saat menjalani rapid test di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (9/7). Foto: Kemenkumham RI
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu ditolak. Pemerintah Kerajaan Belanda malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
ADVERTISEMENT
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.