Bursa Karbon Indonesia Sepi Transaksi, Dirut BEI Beri Penjelasan

5 Oktober 2023 7:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Selasa (26/9/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Selasa (26/9/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak diresmikan Presiden Jokowi pada Selasa (26/9), Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) hingga hari ini masih sepi transaksi. Sejauh ini perdagangan karbon baru tercatat dua kali, yakni pada hari perdana perdagangan saat peresmian senilai Rp 29,2 miliar dan pada Rabu (4/10) senilai Rp 974.400.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) yang membawahi IDXCarbon, Iman Rachman, menjelaskan berbagai faktor yang menyebabkan sepinya transaksi itu. Salah satunya karena pasar karbon di Indonesia masih bersifat sukarela atau voluntary.
"Memang kalau kita bicara Bursa Karbon hari ini, terus terang pasarnya pasar voluntary. Kalau kita bicara di dunia ya itu kan ada dua (jenis pasar) allowance sama voluntary. Sementara market besarnya ada di allowance," kata Iman Rachman di acara 'Editor in Chief Gathering 2023' di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (4/10) malam.
Untuk mekanisme pasar allowance, jelasnya, saat ini baru dimungkinkan perdagangannya oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sudah jadi emiten di BEI. Transaksinya dilakukan antara PTBA dengan 99 PLTU yang selama ini dipasok kebutuhan batu baranya oleh PTBA.
ADVERTISEMENT
Dalam skema allowance, sederhananya perusahaan yang mengeluarkan sedikit emisi karbon dapat menjual sisa batasannya (allowance) kepada perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon lebih besar dan melewati batasan per tahunnya.
Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman (kiri) dan Dirut Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) di acara Editor in Chief Gathering 2023, Rabu (4/10/2023). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Jika tidak membeli allowances, maka perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon berlebih tersebut harus membayar denda atau pajak. Belum adanya insentif pajak buat pembeli atau disinsentif buat yang tidak membeli, menurut Iman Rachman turut mempengaruhi sepinya transaksi di Bursa Karbon.
Faktor ketiga yang bikin sepi transaksi di Bursa Karbon, yakni tujuan pembelian memang untuk dipegang (hold), supaya suatu saat bisa di-redeem. Bukan untuk ditransaksikan lagi (continuous auction).
"Kalau saham kita kan buy and sell. Jadi terlihat bahwa kemarin memang, ternyata mereka membeli lalu ditahan. Bahwa ada perdagangan hari ini 14 ton. Jadi memang kalau kita lihat dia tidak bisa, karena tidak diajukan buy and sell, jadi tidak bisa ada continuous auction," ujar mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) itu.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, hal serupa juga terjadi di Malaysia. Diresmikan pada akhir 2022, Bursa Karbon Malaysia baru punya mekanisme continuous auction pada Maret 2023 lalu. "Itu pun tiga hari ini mereka enggak ada transaksi," pungkas Dirut Bursa Efek Indonesia itu.