news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Buruh soal Omnibus Law: Tolak hingga Ancam Gugat ke MK

27 Januari 2020 8:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh melakukan aksi tolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh melakukan aksi tolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menyelesaikan draf Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau dikenal dengan RUU 'Cilaka.’ Beleid tersebut ditargetkan bisa disahkan tahun ini dan berlaku mulai 2021.
ADVERTISEMENT
Namun, pihak buruh atau serikat pekerja menolak aturan itu untuk disahkan. Alasannya mulai dari tak dilibatkan hingga isi dari pasal beleid itu yang dinilai hanya akan menguntungkan pengusaha, tanpa memperhatikan nasib buruh.
Berikut kumparan rangkum mengenai pro kontra Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja:

Buruh Khawatir Upah Minimum Dihapus

Salah satu yang dipersoalkan buruh dalam Omnibus Law adalah sistem pengupahan berdasarkan upah per jam. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, khawatir jika hal ini akan menjadi 'senjata' pengusaha untuk mengakali para pekerja.
"Setelah kami kaji, ini akan menghapus sistem upah minimum yang berlaku selama ini untuk para buruh yang bekerja satu tahun ke bawah," ujar Said.
ADVERTISEMENT
Sistem upah per jam juga dikhawatirkan menghapus hak pegawai perempuan untuk cuti haid maupun melahirkan. Selama ini, para pekerja perempuan diberikan cuti haid selama dua hari serta 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan. Cuti ini pun tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar upah kepada pegawai.
"Apalagi bagi perempuan, cuti haid dan melahirkan bisa saja (tidak dibayar), karena memang sistem upahnya yang per jam," kata dia.
Sejumlah buruh melakukan aksi tolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani
Said menilai RUU Omnibus Law 'Cilaka' hanya berorientasi kepada pelaku dunia usaha, tanpa mendengarkan suara para pekerja atau buruh. Padahal, setiap pembentukan undang-undang usaha maupun investasi tidak terlepas dari regulasi tenaga kerja.
"Ini yang kami pertanyakan. Selama ini pembahasan selalu tertutup, kami tidak pernah diajak bicara, tidak pernah dibahas pasal per pasalnya," tuturnya.
ADVERTISEMENT

Omnibus Law 'Cilaka' Salah Sasaran

Said menilai, pemerintah justru salah sasaran jika tujuan adanya Omnibus Law adalah untuk mendatangkan investasi. Kondisi investasi di Indonesia juga tak seburuk yang dikatakan pemerintah.
"Kalau kita baca di halaman pribadinya Faisal Basri, investasi kita tuh masih tumbuh. Malahan lebih baik dibandingkan negara peers, Malaysia juga kalah sama kita. Makanya kalau tujuannya investasi, kayaknya kok aneh, kan enggak jelek-jelek amat," jelasnya.
Pada 2014, pertumbuhan investasi Indonesia tercatat sebesar 4,45 persen. Laju investasi tersebut meningkat hingga mencapai 6,67 persen pada 2018.
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
Dalam laman pribadi Ekonom Senior Faisal Basri, disebutkan bahwa pertumbuhan investasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Afrika Selatan, dan Brasil.
Selain itu, investor asing juga dinilai masih antusias menanamkan dananya di dalam negeri. Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi, setelah China dan India.
ADVERTISEMENT
"Makanya kenapa pemerintah harus nurunin kesejahteraan. Jangan lah pemerintah memberikan janji manis ke kami, gula-gula, nanti kami akan semakin marah, jangan bohongi kami. Jangan sampai itu RUU Cipta Lapangan Kerja jadi benar-benar celaka buat buruh dan pemerintah juga, karena ekonominya jadi turun," kata dia.
Sistem pengupahan yang akan berlaku per jam, kata Said, dapat menekan konsumsi masyarakat. Sehingga hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
"Kalau secara teori, pertumbuhan ekonomi itu kan salah satunya karena faktor konsumsi, ini yang besar porsinya. Kalau upah kami saja tidak layak, per jam, ya mau belanja bagaimana, konsumsi akan menurun," jelasnya.

Ancam Gugat ke MK

Buruh juga bersikukuh agar Omnibus Law 'Cilaka' tak disahkan menjadi UU. Mereka meminta pemerintah untuk terlebih dulu melibatkan serikat pekerja dan membahas secara rinci seluruh pasal dalam beleid tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kami sama sekali enggak diajak berdiskusi soal RUU Cilaka ini, pasal per pasal dibahas tuh enggak pernah. Pemerintah tertutup sekali dengan RUU Cilaka ini. Ketua satgasnya juga dari Kadin, pengusaha, jangan-jangan buat kepentingan dia aja kan?" ujar Said.
Namun jika pemerintah tak juga membahas seluruh rancangan Omnibus Law Cilaka, maka akan ditempuh jalur hukum. Buruh akan menggugat RUU Omnibus Law Cilaka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Berarti nanti judicial review ke MK atau kami melakukan citizen law suit, kami melakukan gugatan sebagai warga negara," jelasnya.
Said menjelaskan, penolakan buruh pada Omnibus Law Cilaka telah ditunjukan dengan adanya aksi pada 20 Januari lalu. Dia menyebut, aksi serupa akan terus dilakukan jika pemerintah tidak menggubris gugatan para buruh.
ADVERTISEMENT
"Kalau enggak didengerin, pasti berlanjut di tiap daerah nanti akan ada aksi lagi, tapi kami juga akan melakukan lobi dan diskusi-diskusi lagi," tambahnya.