Cadangan Batu Bara RI Cuma 3,5 Persen Dunia, Tapi Ekspornya Paling Tinggi

12 Maret 2020 15:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kapal tongkang membawa batu bara di sungai Mahakam. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal tongkang membawa batu bara di sungai Mahakam. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM mencatat cadangan terbukti batu bara nasional per Desember 2019 sebanyak 37,604 miliar ton. Sementara sumber daya batu bara yang belum terbukti masih 149,009 miliar ton di dalam bumi.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menjelaskan sebanyak 59 persen dari sumber daya batu bara merupakan kalori medium 5.100-6.100 kal/gr. Sisanya kalori rendah 31 persen, kalori tinggi 7 persen, dan kalori sangat tinggi hanya 3 persen.
Selain batu bara, untuk komoditas mineral seperti bauksit, emas, besi, nikel, perak, dan tembaga juga masih banyak. Untuk bauksit, cadangannya mencapai 2,38 miliar ton, emas primer 3,02 miliar ton, nikel 3,57 miliar ton, perak 2,76 miliar ton, dan tembaga 2,76 miliar ton.
"Potensi cadangan masih besar. Nikel dan bauksit juga masih lumayan," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (12/3).
Jika dibandingkan dengan negara penghasil batu bara lainnya, cadangan terbukti Indonesia hanya 3,5 persen dari total cadangan terbukti dunia.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat menduduki urutan pertama yang memiliki cadangan terbukti batu bara 250 miliar ton, Rusia 170 miliar ton, Australia dan China masing-masing lebih dari 140 miliar ton, dan India 100 miliar ton lebih.
"Ini menunjukkan Indonesia tidak begitu besar. Tapi ekspornya paling besar karena kebutuhan dalam negeri belum maksimal," kata dia.
Produksi dan penjualan batu bara nasional memang terus menunjukkan peningkatan sejak 2016 hingga 2019. Pada 2016, realisasi produksi 456 juta ton, sebanyak 91 juta ton dijual ke dalam negeri dan sisanya ekspor.
Lokasi stockpile tambang batu bara. Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Pada 2017, produksi naik jadi 461 juta ton, sebanyak 97 juta ton untuk penggunaan dalam negeri dan sisanya diekspor. Pada 2018, produksi naik tajam menjadi 557 juta ton, sebanyak 115 juta ton untuk penggunaan dalam negeri dan sisanya ekspor.
ADVERTISEMENT
Kenaikan paling tajam pada 2019, para pengusaha mengeruk batu bara dari dalam bumi mencapai 610 juta ton usai mendapatkan izin tambahan produksi 100 juta ton dari Menteri ESDM kala itu, Ignasius Jonan.
Penjualan dalam negerinya ikut naik menjadi 138 juta ton dan sisanya diekspor lebih banyak. Waktu itu, Jonan beralasan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak.
Di tahun ini, pemerintah menargetkan produksi batu bara dan penjualannya sekitar 550 juta ton, turun dari realisasi tahun lalu. Per 6 Maret 2020, realisasi produksinya sudah 94,72 juta ton.
Meski begitu, Bambang mengaku bakal mengevaluasi target tersebut. Itu artinya, ada kemungkinan target produksi batu bara tahun ini meningkat.
"Produksi batu bara nasional tahun ini dapat kita tinjau kembali dengan pertimbangan kondisi pasar," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada 11 Februari 2020, Bambang sudah memberikan sinyal target produksi batu bara berpotensi naik lebih dari 550 juta ton. Alasannya karena harganya semakin tergerus hingga ke level USD 66 per ton pada awal bulan lalu.
"Kita di RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) menetapkan target produksi 550 juta ton walaupun di semester 1 akan direvisi. Apabila harga jadi baik, ini akan jadi revisi untuk bs meningkatkan produksi batu baru," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2).
Kapal Tongkang Pengangkut Batu Bara di Sungai Musi Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Berdasarkan catatan kumparan, harga batu bara sejak awal tahun memang terus turun. Dalam Harga Batu Bara Acuan (HBA) Januari 2020 sebesar USD 65,93. Harga tersebut turun tipis USD 0,37 per ton dari HBA Desember 2019, USD 66,30 per ton.
ADVERTISEMENT
Sementara pada HBA Februari 2020, HBA mengalami kenaikan tipis menjadi USD 66,89 per ton. Kenaikan dipengaruhi berkurangnya pasokan batubara dari tambang di China setelah libur Tahun Baru Imlek, adanya penyebaran virus corona, dan penurunan produksi batubara Australia karena adanya kebakaran hutan di Australia.
Sementara pada Maret ini, HBA ditetapkan sebesar USD 67,08 per ton. Angka itu naik tipis 0,28 persen dibandingkan HBA Februari yang berada di level USD 66,89 per ton.
Salah satu pasar ekspor Indonesia adalah China, padahal cadangan terbukti negara tersebut masuk empat besar dunia. Jika Indonesia terus mengeruk batu bara untuk dijual secara mentah, cadangan terbukti yang hanya 3,5 persen dari cadangan dunia akan cepat habis.
ADVERTISEMENT