Cegah Persaingan Tak Sehat, Tarif Promo Ojek Online Perlu Diatur

19 Juni 2019 10:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengaturan tarif promo pada transportasi ojek online (ojol) dinilai tetap perlu diterapkan. Hal ini sebagai upaya menghindari persaingan tak sehat yang berpotensi menjatuhkan kompetitor.
ADVERTISEMENT
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika mengungkapkan, dugaan adanya jual rugi atau predatory pricing dalam industri ojek online cukup kuat. Sebab, secara karakter, pasar industri tersebut kini hanya menyisakan dua pemain di Indonesia, yakni Go-Jek dan Grab.
Dengan menyisakan dua pemain tersebut, menurut Harryadin, akan berlaku hukum rivalitas yang ketat dan saling memangsa.
“Secara teori demikian, rivalitas pasar yang hanya dua pemain, akan berlaku hukum yang lebih kuat, akan memangsa dengan upaya apapun lawannya,” jelas Harryadin kepada kumparan, Rabu (19/6).
Persoalannya, tegas Harryadin, jika kelak pasar hanya diisi pemain tunggal sebagai pemenang persaingan, maka akan terjadi monopoli.
“Hal ini akan merugikan banyak pihak, tarif bisa seenaknya, karena cuma satu pemain,” tukasnya.
Ojek Online di Bogor. Foto: Antara/Arif Firmansyah
Dia menilai, promo yang dilakukan salah satu ojol tersebut juga terlalu jor-joroan. Misalnya saja promo Rp 1 yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
“Promo Rp 1 itu sama saja gratis, atau promo diskon 70 persen itu sangat besar, ditambah dengan periode jangka waktu yang panjang. Kalau dikatakan promo, itu seharusnya ada jangka waktu atau momen,” jelasnya.
Menurut dia, saat ini strategi promo mulai memperlihatkan sinyal menjatuhkan tarif layanan. Secara perlahan, sambung Harryadin, pelanggan akan bermigrasi ke layanan ojol yang lebih banyak memberikan promo.
“Pemerintah dan regulator harus intervensi ini. Saya melihat bukan lagi promo, tetapi predatory promotion atau deep discounting, yang juga unsur dari predatory pricing,” kata Harryadin.
Hal senada diungkapkan Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna. Menurutnya, indikasi persaingan tidak sehat dipicu oleh kegiatan promo gila-gilaan para operator yang mengandalkan modal besar.
ADVERTISEMENT
“Aksi bakar uang sampai pesaing mati. Bahayanya jika sudah mengarah pemain tunggal, ini yang telah terjadi di beberapa negara,” katanya.
Yayat menyoroti situasi di mana pengguna aplikasi ojol yang sering dibanjiri tawaran diskon menarik hingga terkadang nyaris tak membayar tunai. Untuk itu, menurutnya, pengaturan promo tarif ojol perlu dilakukan oleh regulator.
“Jadi promo tetap harus diatur, walau wewenangnya tidak di Kemenhub, otoritas lainnya perlu masuk,” jelas Yayat.
Ilustrasi ojek online. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA) Syarkawi Rauf sebelumnya menekankan, pemerintah perlu memastikan terciptanya iklim usaha yang sehat di Indonesia dengan mengatur dua unsur, yaitu persaingan yang sehat antara pemain dan perlindungan konsumen.
“Ancaman terhadap persaingan usaha yang sehat datang dari dua sumber, yaitu praktik bisnis yang menghambat persaingan dan peraturan pemerintah yang memberatkan persaingan. Dalam kasus transportasi online, negara harus hadir untuk memastikan tidak ada ancaman bagi iklim persaingan usaha sehat,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Syarkawi, bagaimana pun persaingan yang sehat antara pemain dibutuhkan untuk mendorong terciptanya inovasi, produktivitas, serta penanaman modal yang lebih tinggi.
Persaingan yang sehat juga membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, karena perusahaan yang lebih kecil bisa memiliki kesempatan untuk bersaing, dan perusahaan yang lebih besar tidak berkuasa tanpa batas.
"Jika regulator berencana mengkaji ulang peraturan, khususnya Permenhub 12 Tahun 2019, saya dukung. Ini untuk memastikan praktik persaingan tidak sehat berbalut promo tidak terus berlanjut," tambahnya.