Cerita Alvin Lie soal Kisruh Garuda Indonesia-Sriwijaya Air

10 November 2019 15:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air. Foto: Shutter stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air. Foto: Shutter stock
ADVERTISEMENT
Hubungan kerja sama antara manajemen Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group sedang tidak baik-baik saja. Hubungan bisnis yang buruk itu membuat kerja sama kedua perusahaan tersebut putus nyambung.
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi tersebut, Pengamat Penerbangan Alvin Lie ikut angkat bicara. Alvin mengaku mengetahui proses pertama kali Sriwijaya Air dengan masalah keuangannya meminta bantuan kepada Garuda Indonesia. Sriwijaya Air berharap tidak berhenti beroperasi dengan adanya bantuan dari Garuda Indonesia.
“Dengan utang yang cukup besar kepada GMF, serta dua BUMN lainya, serta terus merugi, Sriwijaya meminta Garuda untuk membantu mereka agar tetap terus beroperasi dan melakukan penangguhan pembayaran,” kata Alvin berdasarkan keterangannya, Minggu (10/11).
Alvin saat itu menyambut baik Garuda yang bersedia membantu Sriwijaya. Ia merasa bantuan itu juga membuat nasib enam ribu karyawan Sriwijaya tidak jadi kehilangan mata pencaharian karena pesawat tetap beroperasi.
“Ini menjadi nilai utama menurut saya karena ini masalah kemanusiaan. Selain itu pada saat tersebut menjelang Pemilu dan tentunya ini akan menjadi isu besar,” ujar Alvin.
ADVERTISEMENT
Alvin menjelaskan, Garuda saat itu memang mempertimbangkan kelancaran pembayaran utang oleh Sriwijaya bila mereka berhenti beroperasi. Selain itu, kata Alvin, langkah tersebut juga untuk mengamankan aset negara berupa piutang ke beberapa BUMN. Apalagi, apabila Sriwijaya berhenti bisa mengganggu keseimbangan industri penerbangan.
“Saya melihat Garuda Indonesia telah memperbaiki sistem dan standar layanan, maintenance, safety dan pengelolaan SDM di Sriwijaya sehingga mereka mengalami perubahan yang progressive,” ungkap Alvin.
Menurut Alvin, pertimbangan seperti safety penumpang sampai standar layanan tersebut menjadi perhatian banyak pihak khususnya investor global. Ia menganggap, saat ini Sriwijaya merasa berbagai hal itu sudah semakin baik. Sehingga mereka memilih kembali mandiri.
Alvin juga percaya berbagai keputusan yang diambil khususnya oleh pemegang saham Sriwijaya tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak lain. Namun, murni pada kondisi Sriwijaya yang sudah sehat untuk mengelola perusahaan secara mandiri.
ADVERTISEMENT
“Saya percaya Garuda Indonesia menghormati keputusan Sriwijaya ini dan mereka oke. Dengan putusan Sriwijaya untuk kembali mandiri, itu membuktikan bahwa Garuda Indonesia telah cukup baik mengelola Sriwijaya,” tutur Alvin.
Sebagai catatan, posisi Sriwijaya Air Group sudah dikeluarkan dari member Garuda Indonesia Group. Kini, hubungan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air sebatas business to business, bukan bagian dari group. Selanjutnya, tanggung jawab Sriwijaya Air kepada lessor bukan menjadi tanggung jawab Garuda Indonesia.
"Kami saat ini sedang berdiskusi dan bernegosiasi dengan pemegang saham Sriwijaya perihal penyelesaian kewajiban dan utang-utang Sriwijaya kepada institusi negara seperti BNI, Pertamina, GMF, Gapura Angkasa dan lainnya," kata VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/11).
ADVERTISEMENT
Rosan menambahkan soal awal masuknya Garuda Indonesia Group dalam kerja sama manajemen dengan Sriwijaya Air. Kerja sama dilakukan untuk mengamankan aset dan piutang negara pada Sriwijaya Air.
Komisioner Ombudsman Alvin Lie Foto: Mustaqim Amna/kumparan
Total utang Sriwijaya Air Group ke BUMN berdasarkan catatan kumparan:
1. Pertamina Rp 942 miliar
2. Angkasa Pura I Rp 50 miliar
3. Angkasa Pura II Rp 80 miliar
4. GMF AeroAsia Rp 800 miliar