Cerita Pasien yang Pilih Berobat ke Luar Negeri Meski Rogoh Kocek Rp 700 Juta

10 Maret 2023 15:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Singapore General Hospital SGH. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
zoom-in-whitePerbesar
Singapore General Hospital SGH. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berobat ke luar negeri bukan lagi merupakan hal baru bagi sekelompok masyarakat. Beragam alasan membuat mereka mau ke luar negeri, mulai dari kompetensi dokter hingga pelayanan yang baik.
ADVERTISEMENT
Salah satunya Raditia, ia mengaku sudah sering berobat ke Penang untuk menemani ibunya maupun berobat sendiri. Mereka selalu berobat ke Loh Guan Lye Hospital Penang.
Ia bercerita 5 tahun yang lalu dirinya mengalami kecelakaan mobil dan harus dirawat selama 2 minggu di salah satu RS swasta Jakarta. Pada saat itu dokter memvonis harus melakukan operasi telapak kaki.
Meski begitu, Raditia mencari rumah sakit lainnya dan diputuskan untuk melakukan operasi tulang pinggul tanpa dirujuk terlebih dulu ke dokter saraf. Mendengar hal itu, ia memutuskan untuk melakukan operasi di Penang.
"Dari awal sudah ditemukan keretakan pinggul, agak aneh saya disuruh operasi telapak kaki karena efek samping telapak kaki," kata Raditia kepada kumparan, Jumat (10/3).
ADVERTISEMENT
Sesampainya di Penang, ia berdiskusi dengan dokter ortopedi dan kemudian dirujuk ke dokter saraf. Saat dilakukan pengecekan saraf kaki, dokter menjelaskan kepada dirinya bahwa sangat berbahaya apabila dilakukan operasi, karena bisa mengakibatkan saraf kaki utama putus dan lumpuh total.
"Di Penang juga didiagnosis retak tulang pinggul dengan kondisi saraf kaki utama hampir putus. Itu makanya dilarang operasi di Penang, risiko besar bisa putus saat operasi," jelasnya.
Tindakan yang dilakukan, ungkapnya, hanya terapi dan alat bantu yang dipasang pada kaki. Sebab, dokter saraf mengeklaim penyakit tersebut akan sembuh sendiri tanpa harus melakukan operasi. Alhasil, setelah dua tahun kemudian alat bantu yang terpasang pada kakinya sudah dapat dilepas dan berjalan normal seperti biasa.
ADVERTISEMENT
"Tidak terbayang kalau saya harus operasi dengan risiko besar bisa lumpuh. Jadi selama di Penang saya hanya membayar konsultasi dokter dan tindakan pengecekan saraf, tidak jadi keluar biaya operasi," tambah Raditia.
Biaya yang dikeluarkan berkisar Rp 5 juta. Belum termasuk dengan biaya akomodasi selama di Penang.
Ia juga bercerita mengenai kondisi sang ibu, Rohanna yang sudah menderita penyakit di bagian perut cukup lama. Ibunya sudah berobat kurang lebih 1 tahun di dokter spesialis tanpa ada anjuran untuk check up dan hanya diberikan obat.
Dokter mendiagnosa Rohanna menderita ambeien, akan tetapi penyakit tersebut tak kunjung sembuh dan kian parah. Sehingga, mereka memutuskan berobat ke Penang untuk memperoleh kepastian penyakit apa yang diderita.
ADVERTISEMENT
Pada saat di Penang, ibunya langsung konsultasi dengan dokter dan dianjurkan untuk check up. Hari selanjutnya, melakukan cek darah, urine, labor, CT Scan, MRI, endoscopy dan colonoscopi yang dapat diselesaikan hanya dalam satu hari.
"Hari ke 3 hasil langsung keluar, konsultasi dokter lagi, divonis sakit kanker usus besar stadium 3," ujar Raditia.
Berdasarkan pengecekan, dokter memvonis Rohanna menderita kanker usus besar stadium 3. Dokter langsung menenangkan dengan memberikan rencana terapi, seperti kemoterapi dan radioterapi serta tindakan operasi yang diprediksi sembuh 99 persen.
Setelah itu, mereka kembali ke Indonesia dan 2 minggu kemudian kembali lagi ke Penang untuk memulai kemoterapi dan radioterapi setiap hari selama 1,5 bulan. Setelah dirasa mengecil, dokter melakukan operasi besar pengangkatan sel kanker yang sudah menciut akibat kemoterapi.
ADVERTISEMENT
"Masih ada kemo beberapa kali dan 1 tindakan operasi lagi untuk mengembalikan fungsi usus. Sel kanker dinyatakan hilang. Efek kemo normal, lemas namun tidak ada kebotakan karena obat kemo yang digunakan yang paten produk prancis," tuturnya.
Pengobatan yang dilakukan 8 tahun lalu menelan biaya hingga Rp 700 juta. Biaya tersebut sudah termasuk kemoterapi, radioterapi berkali-kali dan 3 operasi di mana terdapat 1 operasi besar.
"Mungkin tidak sebesar itu ya kalau pure biaya medis, karena itu sudah include total biaya jalan-jalan di Penang dan beli-beli obat di Indonesia. Itu kisaran biaya yang keluarga saya keluarkan. Bisa lah dipotong 10-15 persen," pungkas dia.

Alasan Berobat ke Luar Negeri

Ia menilai biaya pengobatan dan akomodasi yang selama berobat di Penang sangat sepadan. Sebab, ada kepastian, kecepatan dan profesionalitas rumah sakit, manajemen serta dokter yang di atas rata-rata. Mereka juga tidak money oriented dan lebih humanis.
ADVERTISEMENT
Obat yang digunakan paten, sehingga pasien dapat memilih jenis obat. Selain itu, peralatan canggih dan akurat. Peluang sembuh juga tinggi.
Ilustrasi surat sakit. Foto: RollingCamera/Shutterstock
"Bukan cerita lama sering terjadi salah diagnosis pasien Indonesia yang ke sana. Malah sering ternyata penyakit jauh lebih ringan. Case saya bukan case yang sulit dicari di sana," tegas Raditia.
Raditia juga menyarankan agar pemerintah dapat membeli alat kesehatan yang bagus dan bisa digunakan. Pasalnya, di beberapa daerah alatnya ada, tapi tidak bisa digunakan. Kemudian, memperbaiki manajemen dan staf yang lebih profesional agar tidak money oriented dan lebih humanis.
"Masa lebih mahal rumah sakit swasta di Indonesia daripada di Penang," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Rita yang sudah berobat ke Penang sejak tahun 2015. Ia mengaku lebih nyaman berobat di sana, karena dokter lebih terasa menghargai pasien dengan memberikan keterangan yang diminta pasien.
ADVERTISEMENT
Tanpa diminta pun dokter juga menjelaskan larangan untuk tidak sembarang mengkonsumsi obat. Salah satunya antibiotik yang selalu diberikan kepada pasien setiap kali sakit atau berobat di dalam negeri.
Infografik Sulitnya Mencari Dokter Spesialis. Foto: kumparan
"Di Penang dokter sampai sore melayani pasien. Adakah solusi pengganti antibiotik. Dokter dan perawat lebih ramah melayani pasien yang mau berobat," ungkap Rita.
Menurutnya, selama berobat di Lam Wah Ee dan Island Hospital Penang, biaya yang dikeluarkan setara dengan berobat di rumah sakit Jakarta. "Relatif biaya berobat di Jakarta, seperti RS Cikini dan RSPAD dengan di Penang sama saja,"