Cerita PRT Kala Pandemi: Keluarga Serumah Positif COVID-19, Tak Dapat Bansos

29 Juli 2021 12:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bantuan paket sembako (bansos) dari Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan paket sembako (bansos) dari Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Lebih dari sebulan Muliawati terpaksa hidup berdampingan dengan ibunya yang terpapar pandemi COVID-19. Sehari-hari Mulia dan sang ibu berprofesi sebagai pekerja rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Alhasil, ekonomi keluarga cuma mencukupi buat ngontrak sepetak rumah dua kamar dan satu kamar mandi. Itu pun sudah ditambal dengan penghasilan tambahan dari berjualan nasi bakar.
Di kontrakan petak itu, Mulia mesti berjuang membantu pemulihan sang ibu, sambil berusaha menjaga agar dua anak dan suami yang juga tinggal di rumah itu agar tak terpapar.
Kondisi itu, menjadi semakin berat saat kebijakan PPKM Darurat diberlakukan memaksanya untuk rela dirumahkan. Usaha jualan nasi bakar pun mesti dihentikan supaya tak berisiko menularkan virus kepada tetangga.
Dengan satu-satunya bekal uang tabungan selama menjalani isolasi, ia berupaya sebisa mungkin memenuhi kebutuhan multivitamin hingga akses alat kesehatan buat keluarga kecilnya. Kesulitan itu kini telah berhasil dilewati dengan sudah negatifnya sang ibu.
ADVERTISEMENT
Selama melewati masa-masa sulit tersebut, Mulia mengaku sama sekali tak tersentuh berbagai bantuan sosial (bansos) yang dikeluarkan pemerintah sebagai jaring pengaman sosial. Entah itu bansos sembako, subsidi pekerja, maupun bantuan obat-obatan yang belum lama itu dibuat pemerintah.
"Kalau bansos saya dan Ibu enggak pernah nerima, karena dari KTP sendiri untuk persyaratannya kan harus KTP wilayah itu. Kebanyakan PRT itu kan memiliki KTP kampung, di sini hanya domisili, sedangkan mereka juga tinggal pun sesuai dengan wilayah kerja mereka. Wilayah kerja berpindah ada kemungkinan dia juga berpindah, dari situ mungkin yang menyebabkan PRT jadi tidak bisa mendapatkan bantuan," ujar Mulia mencoba menebak hambatan utamanya mengakses bantuan kepada kumparan, Kamis (29/7).
Bantuan paket sembako (bansos) dari Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Begitu pula dengan bantuan subsidi gaji Rp 500 ribu yang kembali dilanjutkan pemerintah, Mulia hanya bisa menelan ludah. Sebab ia sudah telanjur lebih dulu terbentur persyaratan lantaran bukan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Mulia mengungkapkan, kondisi ini adalah hal yang jamak dialami para pekerja rumah tangga. Ini dia ketahui karena para PRT di ibu kota tergabung dalam organisasi Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau Jala PRT.
Setidaknya, lebih dari 90 persen PRT ini hidup di rumah kontrakan petak. Dengan KTP yang dikantongi juga tak sesuai domisili. Kondisi ini kemudian menyebabkan tak sedikit dari mereka yang kesulitan mengakses bansos.
"Banyak yang bantuan pemerintah ya, banyak sekali, bahkan bisa dibilang hanya berapa persen lah ya (yang mendapatkan akses bansos). Padahal penurunan penghasilan perbandingannya bisa sampai 80 persen," ujarnya.
Apa yang diungkapkan Mulia ini sejalan dengan survei yang dilakukan Trade Union Rights Centre (TURC). Peneliti TURC Indri Mahadiraka mengungkapkan, sebanyak 96 persen pekerja rumahan mengalami penurunan penghasilan hingga pemutusan hubungan kerja sepanjang merebaknya pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Data mengenai pekerja rumahan ini dikumpulkan TURC sejak pertengahan 2020 lewat kerja sama dengan berbagai jaringan pekerja rumahan. Penurunan penghasilan tersebut rata-rata bahkan mencapai hingga 50 persen saja dari penghasilan di waktu normal.
Mereka yang biasanya bergaji di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta menjadi hanya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Artinya, bahkan ada yang hanya mendapatkan penghasilan kurang dari Rp 20 ribu per hari.

Lebih Terbantu oleh Bantuan Swadaya

Dalam kondisi serba susah tersebut, alih-alih berharap bantuan pemerintah yang diikuti berbagai persyaratan dan sejumlah mekanisme yang sulit, Mulia mengaku justru lebih terbantu oleh bantuan swadaya.
Dia sendiri, selama pandemi COVID-19 merebak, justru lebih mengandalkan berbagai bantuan dari komunitasnya. Menurut pengakuan Mulia, sebagian besar rekannya sesama PRT juga merasakan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
"Yang saya pribadi rasakan juga seperti itu, selama pandemi saya enggak bekerja lagi, hanya berjualan, berjualan pun kena dampak sekali, sepi. Justru dari pihak JALA sendiri yang menggalang dana dari PRT ini, saya sendiri menerima bantuan ini dari JALA, dari pemerintah enggak ada, dari kelurahan enggak ada," tuturnya.
Buruh Lepas di Grogol yang terima bansos dari Polri. Foto: Dok. Istimewa
Meski begitu, ia masih sangat berharap bisa mengakses setidaknya salah satu dari bantuan pemerintah tersebut. Misalnya saja, subsidi pekerja Rp 500 ribu yang meski jumlahnya tak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari, setidaknya bisa memenuhi kebutuhan multivitamin anak-anaknya serta sang ibu yang masih dalam proses pemulihan.
"Kalau dibilang mencukupi satu bulan ya enggak, sekarang kebutuhan bisa dibilang buat makan aja kita enggak cukup hanya Rp 50 ribu sehari, itu jauh enggak bisa dibilang cukup. Kita butuh masker, hand sanitizer, vitamin udah mahal susah kita dapatkan, kemarin itu ada bantuan obat enggak dapat bantuan juga," pungkas Muliawati.
ADVERTISEMENT