Chatib Basri Buka-bukaan Uang Negara Terbatas untuk Terapkan Ekonomi Hijau

13 Oktober 2021 18:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chatib Basri Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Chatib Basri Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan (Menkeu) RI 2013-2014, Chatib Basri, angkat bicara rancangan pembangunan berketahanan iklim (PBI) yang mengusung bebas emisi atau net zero emission (NZE) atau ekonomi hijau. Ia menegaskan, rencana NZE ini perlu memperhatikan kebijakan fiskal, terutama pada perhitungan low interest rate dan insentif bagi stakeholder swasta.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan, Chatib membeberkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas fiskal atau APBN yang sangat terbatas. Dengan target defisit anggaran harus kembali di bawah 3 persen pada 2023, kemampuan fiskal pun ikut menyempit.
“Saya bisa bicara terus terang karena saya sudah tidak di pemerintahan. Ya, kapasitas fiskal kita (Indonesia) sangat terbatas. Tahun 2023 itu defisit anggaran harus kembali ke bawah 3 persen, sesuai dengan UU Nomor 2/2020,” jelas Chatib dalam diskusi yang dihelat oleh Low Carbon Development Indonesia (LCDI) secara virtual, Rabu (13/10).
Di hadapan jajaran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) RI, Chatib membahas soal target perbaikan ekonomi dari pemerintah yang dapat menyempitkan kapasitas fiskal. Jika tak diperhitungkan secara matang, hal ini bisa berujung menghambat NZE.
ADVERTISEMENT
“Di sisi lain, kita tahu bahwa rasio dari tax per GDP itu sekitar 8 persen. Defisit anggaran, tuh, di sekitar 5,7 persen dan tahun depan harus 4,5 persen. Lalu tahun 2023 harus di bawah 3 persen. Berarti implikasinya adalah spending harus dipotong, dan dari sisi penerimaan harus ada peningkatan,” pungkasnya.
Melihat data ini, Chatib menyimpulkan bahwa pembiayaan untuk NZE akan semakin sulit, karena ruang fiskal nasional terbatas. Lantas, apa yang harus disadari dan dilakukan oleh pemerintah?
Menurut dia, pihak swasta bisa berpartisipasi untuk mendorong ekonomi hijau yang berkelanjutan jika kapasitas fiskal tak memadai. Apalagi, saat ini biaya investasi cenderung murah karena suku bunga yang juga rendah.
“Kita berada dalam low interest rate. Biaya investasi akan murah untuk beberapa tahun ke depan, tetapi ruangnya tidak panjang karena harus ada penyesuaian di kebijakan moneter beberapa tahun ke depan. Low interest rate zone masih ada ruang, tapi kita harus menyesuaikan,” imbaunya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pemerintah juga perlu mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dengan pengenaan cukai. "Pemerintah bisa mendapatkan penerimaan dari sini," kata Chatib.
Ia melanjutkan, insentif bagi pihak swasta juga perlu diperhatikan, karena berisiko pada pengurangan penerimaan pemerintah; yang mana juga akan memengaruhi target defisit anggaran di bawah 3 persen.
“Yang kedua adalah insentif untuk private sector untuk masuk (mendukung NZE). Itu berarti risiko ada pengurangan penerimaan pemerintah. Dengan kondisi fiskal yang amat terbatas, penurunan penerimaan pemerintah harus dikompensasi di tempat lain. Kalau tidak, tidak akan tercapai di bawah 3 persen itu,” ungkap Chatib.