COVID-19 Mulai Bisa Dikendalikan, Restrukturisasi Kredit Bakal Disetop?

7 April 2022 19:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Restrukturisasi kredit menjadi salah satu strategi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Namun, saat ini COVID-19 sudah mulai bisa dikendalikan yang bisa saja berdampak pada dihentikannya kebijakan restrukturisasi kredit.
ADVERTISEMENT
“Sering ada pertanyaan mengapa OJK tidak memperpanjang saja restrukturisasi sampai tidak terbatas atau mempercepat berlakunya restrukturisasi, toh saat ini sudah mulai membaik?” kata Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto, dalam webinar yang digelar LPPI, Kamis (7/4).
Anung menjelaskan jika restrukturisasi kredit tidak terbatas jangka waktunya, maka bisa saja menciptakan moral hazard budaya tidak membayar. Sehingga dalam jangka panjang malah menimbulkan risiko sistemik yang besar.
Sementara kalau diperpendek bisa saja ada masyarakat yang belum siap karena masih bergantung kebijakan restrukturisasi kredit.
“Kalau kita bertindak terlalu dini atau menormalisasi terlalu dini maka akan menimbulkan shock pada debitur-debitur yang terdampak dan belum pulih sepenuhnya dan bahkan bisa menimbulkan fenomena credit crunch yang menghambat pemulihan ekonomi,” ujar Anung.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Atas dasar tersebut, Anung belum bisa memastikan kebijakan restrukturisasi kredit bakal diperpanjang atau diakhiri seiring terkendalinya pandemi COVID-19. Ia mengungkapkan, sebagian besar negara memang sudah ada yang mulai normalisasi kebijakan extraordinary.
Anung mengatakan saat ini pihaknya masih melihat perkembangan situasi. Meski begitu, OJK sudah menyiapkan empat arah rancangan normalisasi di sektor perbankan.
Pertama, transisi kebijakan stimulus yang terpusat menjadi lebih terarah atau ditargetkan, menggunakan sumber data secara efisien, dan menghindari moral hazard.
Kedua, strategi normalisasi kebijakan stimulus dapat disesuaikan berdasarkan kerentanan setiap wilayah, sektor ekonomi, dan debitur.
“Ketiga, kecepatan dan waktu normalisasi kebijakan harus menyeimbangkan manfaat dari dukungan jangka pendek dan risiko terhadap keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang. Keempat, membutuhkan koordinasi antar lembaga yang berbeda,” tutur Anung.
ADVERTISEMENT