Cukai Naik Diyakini Tak Akan Turunkan Jumlah Perokok

25 Oktober 2019 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas bea Cukai menunjukan barang bukti berupa rokok elektrik tanpa pita cukai. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas bea Cukai menunjukan barang bukti berupa rokok elektrik tanpa pita cukai. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan tarif cukai rokok untuk tahun depan rata-rata sebesar 23 persen mulai 1 Januari 2020. Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahuh 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang diteken pada 18 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Salah satu tujuan pemerintah memberlakukan kenaikan tarif cukai rokok yaitu untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Laporan Asia Tobacco Control Alliance (Seatca) berjudul The Tobacco Control Atlas, ASEAN Region (2019) Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar di ASEAN yaitu 65,19 juta perokok.
Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (Amti) Budidoyo mengatakan, kenaikan cukai rokok tahun depan tidak serta merta menyelesaikan penurunan perokok di Indonesia. Sebab, perilaku konsumen Indonesia cenderung ketergantungan dengan rokok.
“Cukai naik belum tentu tekan rokok. Toko elastis cari rokok lebih murah nanti ke kekhawatiran maraknya rokok ilegal,” katanya kepada kumparan, Jumat (25/10).
Sejumlah pengendara merokok sambil mengendarai sepeda motor, di Padang, Sumatera Barat. Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Menurut Budidoyo, lebih baik jika memang pemerintah menginginkan penurunan perokok di Indonesia yaitu dengan cara mengedukasi pasar. Salah satunya yaitu dengan memberikan fasilitas kawasan perokok dan non-perokok.
ADVERTISEMENT
"Lebih pada mengedukasi misalnya ada kawasan rokok belilah kawasan khusus merokok kalau ada merokok orang nikmat bisa sembarangan (perilaku)," imbuhnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Williem Petrus Riwu mengaku, kaget soal kenaikan rokok yang dinilai tinggi. Ia pun mengatakan akan terjadi penurunan penjualan.
"Karena menurut kami inflasi sekitar 3,6 persen. Lalu HJE (Harga Jual Eceran) naik 35 (persen) berarti kami sudah sumbang inflasi saja berapa? Dan pasti kami akan ditinggal harga naiknya 10 kali lipat dari kenaikan harga secara umum," katanya saat ditemui di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (25/10).
Williem pun mengakui akan terjadi penurunan daya beli dari masyarakat. Selain itu, ia bilang seharusnya pemerintah tidak membebankan pajak tinggi pada industri rokok, sebab menurutnya ada banyak pekerja yang terlibat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Kami masih berharap badan kebijakan fiskal mampu mencari barang kena cukai lain. Jangan cuma ini aja terus, cobalah negara lain lebih banyak lagi supaya target penerimaan cukai yang besar di APBN itu tidak dibebankan hanya kepada rokok dan minuman alkohol," sambungnya.
Berkaca pada produksi rokok tahun ke tahun. Data Kementerian Perindustrian menyebut jumlah pabrik rokok turun sekitar 80,83 persen dari 2.540 pabrik pada 2011 menjadi tinggal 487 pabrik pada 2017. Penurunan operasi pabrik tersebut mengakibatkan lapangan kerja berkurang.