Cukai Rokok Naik 12 Persen, Industri Hasil Tembakau Buka Suara

14 Desember 2021 16:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2022 rata-rata sebesar 12 persen. Industri hasil tembakau (IHT) menilai kebijakan tersebut akan kembali memukul kinerja hasil tembakau.
ADVERTISEMENT
Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan, kenaikan seluruh golongan rokok itu tak memberi kesempatan bagi sektor padat karya ini untuk pulih dan bertumbuh di tengah pandemi.
“Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tentunya, ini akan berdampak pada industri padat karya. Perlu diingat, IHT adalah industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja," kata Hananto dalam keterangannya, Selasa (14/12).
Adapun kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori Sigaret Putih Mesin (SPM), mulai dari 13,9 persen (golongan I) hingga 14,4 persen (golongan II B). Bahkan kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4.5 persen.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Hananto menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan Pemerintah terhadap segmen padat karya.
Dia menekankan bahwa segmen SKT memang memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi COVID-19, utamanya karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di mana mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.
“Ada extra cost yang harus dikeluarkan oleh pabrikan sebagai upaya untuk menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya, penyediaan masker, hand sanitizer, dan lainnya. Belum lagi terkait kapasitas pelinting di pabrik yang harus dikurangi selama pandemi demi mengikuti protokol Kesehatan yang pastinya mempengaruhi kapasitas produksi SKT," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pemberlakuan kebijakan per 1 Januari 2022 juga dinilai menyulitkan para pelaku IHT untuk melakukan serangkaian penyesuaian. Dengan minimnya waktu penerapan ini, kata Hananto, diharapkan Bea Cukai juga siap untuk memenuhi permintaan pencetakan pita cukai.
Pelaku industri tembakau juga masih menunggu realisasi resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penerapan tarif cukai yang baru. Seluruh pelaku industri IHT, mulai dari hulu hingga hilir, juga akan melakukan konsolidasi internal untuk mulai menghitung secara real kenaikan harga jual eceran (HJE) produk rokok sebagai dampak kenaikan CHT.
"Implementasi kebijakan ini jangan sampai mengganggu proses produksi," tuturnya.