news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Pengusaha Rokok: Akan Ada PHK

25 Oktober 2019 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan tarif cukai rokok untuk tahun depan. Rata-rata kenaikan sebesar 23 persen mulai berlaku 1 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang diteken pada 18 Oktober 2019.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Williem Petrus Riwu, mengaku kaget soal kebijakan tersebut. Menurut dia kenaikannya terlalu tinggi.
"Menurut kami inflasi sekitar 3,6 persen. Lalu HJE (Harga Jual Eceran) naik 35 (persen). Berarti kami sudah sumbang inflasi saja berapa? Pasti kami akan ditinggal, harga naiknya 10 kali lipat dari kenaikan secara umum," katanya saat ditemui di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (25/10).
Menurut Williem, akan terjadi penurunan daya beli masyarakat. Dia meminta pemerintah tidak hanya membebankan pada cukai rokok, sebab ada banyak pekerja yang terlibat di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Kami masih berharap badan kebijakan fiskal mampu mencari barang kena cukai lain. Jangan cuma ini aja terus, cobalah negara lain lebih banyak lagi supaya target penerimaan cukai yang besar di APBN itu tidak dibebankan hanya kepada rokok dan minuman alkohol," ujarnya.
Ilustrasi pekerja rokok. Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Sementara itu, Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (Amti), Budidoyo, menilai regulasi baru cukai rokok tahun depan akan memberatkan pelaku usaha tembakau baik dari hulu maupun hilir. Ia mengatakan akan terjadi pemutusan hubungan kerja.
"Imbasnya yang paling rentan adalah pemutusan hubungan kerja karyawan. Imbas produksi turun terjadi multiplier effect," tuturnya.
Data Kementerian Perindustrian menyebut jumlah pabrik rokok turun sekitar 80,83 persen dari 2.540 pabrik pada 2011 menjadi tinggal 487 pabrik pada 2017. Penurunan operasi pabrik tersebut mengakibatkan lapangan kerja berkurang.
ADVERTISEMENT