Dalam UU Cipta Kerja, Proses Sertifikasi Halal Dipangkas Jadi Hanya 21 Hari

7 Desember 2020 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
ADVERTISEMENT
Mekanisme sertifikasi halal dianggap menjadi salah satu kendala produk halal Indonesia masih kalah bersaing dengan negara lainnya. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia beragama islam.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Muhammad Lutfi Hamid, mengungkapkan proses sertifikasi halal di Indonesia memang belum maksimal, sehingga akan diperbaiki melalui adanya UU Cipta Kerja.
"(Mekanisme sertifikasi halal) semuanya itu tidak kurang dari 97 hari kerja dan untuk yang produk luar negeri 117 hari kerja. Itu pun juga belum ada kepastiannya. Maka melalui UU CK dipangkas menjadi 21 hari kerja," kata Lutfi saat serap aspirasi implementasi UU Cipta Kerja yang juga disiarkan secara virtual, Senin (7/12).
Lutfi memastikan target 21 hari ini sudah realistis. Menurut dia, pemerintah juga sudah melihat proses sertifikasi halal di Singapura yang bisa diselesaikan dalam 15 hari kerja. Pihaknya juga masih memberikan waktu tambahan dari 21 hari tersebut terhadap kasus tertentu.
Sertifikat halal milik rumah makan di Kawasan Halal Park Senayan, Jakarta, Senin (16/4). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
"Itu pun kami memberikan toleransi jika ada produk yang diragukan kehalalannya dapat meminta tambahan waktu yaitu 10 hari di RPP, begitu juga produk luar negeri kalau jangkauannya jauh memberikan tambahan 15 hari," ungkap Lutfi.
ADVERTISEMENT
Lutfi menegaskan kemudahan sertifikasi halal tersebut harus diberikan. Ia tidak mau mekanisme itu malah membuat masyarakat memilih produk halal dari luar negeri yang sudah ada di Indonesia.
"Ini belum lagi pangsa pasar di Indonesia tak kurang dari 85 persen penduduk muslim. Jangan sampai terintervensi atau justru termasuk dimasuki oleh produk-produk sertifikasi halal dari luar Indonesia," tutur Lutfi.