Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Nilai tukar mata uang China, yuan, di pasar luar negeri sempat terperosok ke level 7,010 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (6/8). Angka itu disebut terendah dalam satu dekade terakhir.
ADVERTISEMENT
Adapun nilai mata uang yuan yang terus terperosok ini dinilai sebagai upaya China dalam menghadapi perang dagang dengan AS.
Sebab nilai yuan mulai melemah seusai Presiden AS, Donald Trump, mengungkapkan tentang rencana pengenaan tarif 10 persen untuk impor China senilai USD 300 miliar mulai bulan depan pada Kamis pekan lalu. Pelemahan mata uang yuan menurut The Economist sebagai yang terendah dalam 1 dekade. Hal ini selanjutnya membuat Presiden AS kembali meradang dan menyebut China manipulasi nilai mata uang.
Dampak melemahnya yuan membuat harga produk buatan China menjadi lebih murah, merugikan pesaing asing, dan membuat surplus perdagangan Beijing makin melebar.
Namun ternyata, pelemahan yuan tak hanya akan berdampak ke AS, melainkan Indonesia. Apa saja? Berikut kumparan rangkum:
ADVERTISEMENT
1. Produk China Bisa Banjiri RI
Pengamat Ekonomi dari Economic Action Indonesia (EconAct), Ronny P Sasmita mengatakan anjloknya nilai mata uang Tiongkok bisa menyebabkan produk China banjiri Indonesia. Sebab produk China akan semakin murah dan bisa lebih banyak masuk ke Indonesia.
“Pelemahan yuan terhadap dolar AS dan terhadap mata uang rupiah akan membuat produk-produk besutan China semakin kompetitif karena harga barang-barang dari negeri panda tersebut akan semakin murah,” ujar Ronny saat dihubungi kumparan, Selasa (6/8).
Ia menambahkan, devaluasi yuan memang menjadi senjata China dalam menggenjot ekspor dan mengurangi ketergantungan kepada impor.
“Dengan begitu, maka kemungkinan defisit dagang antara Indonesia dan China akan semakin melebar,” tegas dia.
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, pun sependapat. Ia menekankan, imbas yang bakal terjadi setelah devaluasi yuan itu adalah merebaknya produk China ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Produk China yang murah karena devaluasi yuan akan menyerbu Indonesia. membuat defisit perdagangan melebar. Pada tahun 2018 lalu saja impor total dari China naik 27.4 persen dibanding 2017. Nilainya setara USD 45,2 miliar,” ucapnya.
2. Pengaruhi Negara Lain
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan dengan nilai tukar yuan yang melemah, maka barang China ke AS akan lebih murah. Sehingga kenaikan tarif bea masuk oleh AS tak akan terlalu berdampak.
"AS mengenakan tarif bea masuk. China enggak usah balas dengan menaikkan lagi tingkat bunga (tarif), yuan saja dilemahkan. Itu urusan mereka lah," kata Darmin di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa, (6/8).
Darmin belum mau memastikan apakah langkah China melemahkan mata uangnya tersebut akan berdampak pada nilai tukar rupiah. Namun, dia tak menampik jika kondisi tersebut telah mulai berpengaruh terhadap berbagai negara.
ADVERTISEMENT
"Pokoknya buat China barang dia jadi lebih murah dijual ke AS, Jadi ketika dikenakan bea masuk dampaknya enggak besar. Masalahnya ketika yuan melemah itu banyak negara ikut melemah," ujar Darmin.
3. Rupiah Loyo
Melemahnya nilai tukar rupiah selama dua hari terakhir terhadap dolar AS yang menyentuh level Rp 14.300-an dinilai tak lepas oleh pengaruh devaluasi atau penurunan mata uang yuan.
Bhima mengamini hal itu. Ia mengatakan, devaluasi yuan yang terdalam selama 11 tahun terakhir ini cukup memberikan dampak.
“Dampak devaluasi yuan menyulut risiko currency war atau perang mata uang antara AS dan China. Sebelumnya AS pernah menuduh China melakukan manipulasi mata uang tahun 1994 dan berdampak negatif ke pasar di Asia,” ujar Bhima.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ronny berpendapat pelemahan rupiah tak hanya disebabkan devaluasi yuan, melainkan juga kondisi ekonomi global yaitu memanasnya perang dagang antara AS dan China yang terus melakukan perlawanan.
Perang dagang menyebabkan penurunan pada volume perdagangan dunia dan mengakibatkan revisi angka pertumbuhan ekonomi dunia dari berbagai lembaga internasional.
Selain itu, ada pula pengaruh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang cenderung mengambil kebijakan dovish atau tidak agresif, yakni memangkas suku bunga acuannya.
“Rencana penurunan suku bunga The Fed menandakan bahwa ekonomi Amerika mulai bergerak lagi, ancaman over heat perekonomian Amerika mulai mereda, sehingga sektor riil di AS akan mendapat kemudahan likuiditas dari penurunan suku bunga,” papar dia.
ADVERTISEMENT