Dampak Harga Minyak Anjlok ke RI: Hemat Biaya Impor, Tapi Pendapatan Berkurang

27 April 2020 20:57 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Neft Daslari, kota di atas kilang minyak di Azerbaijan Foto: Dok. Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Neft Daslari, kota di atas kilang minyak di Azerbaijan Foto: Dok. Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Anjloknya harga minyak mentah dunia seperti dua mata pisau. Di satu sisi menjadi kabar baik bagi pengimpor BBM seperti Indonesia karena akan menghemat biaya impor, tapi di sisi lain yakni sektor hulu minyak dan gasnya bakal membuat pendapatan negara berkurang.
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini mengatakan, dengan turunnya harga minyak dunia, pemerintah bisa menghemat biaya impor BBM sekitar USD 46 juta dalam sehari. Jika dikalkulasikan setahun, bisa hemat USD 17 miliar.
Dia menjelaskan, kebutuhan impor BBM sebelum harga minyak dunia anjlok sekitar 1 juta barel dikalikan harga minyak mentah USD 60 per barel. Dengan angka itu, pemerintah harus merogoh kocek USD 60 juta per hari.
Sedangkan dalam kondisi seperti ini, kebutuhan impor BBM hanya 700 ribu barel dikalikan dengan harga minyak mentah saat ini USD 20 per barel, maka ongkos yang perlu dibayar hanya USD 14 juta per hari. Dengan begitu, belanja subsidi BBM tahun ini Rp 20 triliun secara otomatis berkurang.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan saat ini belanja dengan kebutuhan 700 ribu barel per hari, maka belanja kita turun jadi ada pengurangan belanja USD 17 miliar sampai satu tahun. Siapa yang diuntungkan? Bank Indonesia," kata dia dalam konferensi pers daring, Senin (27/4).
Kapal tanker minyak asing. Foto: AFP/ATTA KENARE
Di sisi lain, turunnya harga minyak mentah ini akan membuat pendapatan negara akan berkurang. Alasannya, karena minyak yang dijual kontraktor di dalam negeri tak akan mendapat untung saat harga minyak normal di level USD 60 per barel.
Dia menjelaskan, sebelumnya pendapatan dari sektor hulu migas nasional dalam keadaan normal sebanyak 500 ribu barel dikalikan USD 60 per barel menjadi USD 30 juta per hari. Sedangkan kondisi saat ini, kontraktor hanya mampu jual 375 ribu barel per hari dengan harga USD 20 per barel menjadi hanya USD 7,5 juta per barel.
ADVERTISEMENT
"Dengan begitu, keuntungan negara berkurang menjadi USD 22,5 juta per hari atau USD 8,2 miliar per tahun di APBN Migas," ujar dia.
Kata Rudi, jika harga minyak mentah tak kunjung membaik, dia khawatir industri hulu migas makin terpuruk. Itu artinya, setoran negara dari sektor migas bakal terus berkurang.
Dirinya pun memproyeksikan jika harga minyak mentah terus dalam tekanan seperti ini maka PHK secara besar besaran mungkin saja terjadi.
"Ketika lapangan mengurangi pekerjaan pengeboran work over kemudian pendapatan negara berkurang dan pajaknya. Jadi artinya bagian hulu akan lebih berat," ujar dia.
Dia pun meminta agar semua pihak, tak hanya sektor migas saja, melakukan perubahan untuk menyesuaikan diri menghadapi pandemi COVID-19 yang entah kapan akan selesai. Rudi memproyeksikan, harga minyak mentah bisa kembali normal di level USD 60 per barel pada 2021.
ADVERTISEMENT