Dana Cukai Rokok Bisa Digunakan untuk Penanganan Virus Corona

31 Maret 2020 18:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja perempuan membuat rokok di industri rokok rumahan di Desa Plandi, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (8/1). Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja perempuan membuat rokok di industri rokok rumahan di Desa Plandi, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (8/1). Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah mewajibkan daerah menyiapkan dana kesehatan untuk penanganan virus corona. Hal ini untuk mempercepat penanganan COVID-19 yang juga sudah menyebar di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Dana tersebut bisa berasal dari Dana Insentif Daerah (DID), Dana Alokasi Umum (DAU), serta Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari DBH Cukai Hasil Tembakau, DBH SDA selain kehutanan, dan DBH SDA Migas dalam rangka otonomi khusus anggaran 2020.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, dan DID 2020 dalam rangka Penanggulangan Covid-19.
Meski demikian, dalam beleid itu Sri Mulyani tak secara rinci menjelaskan berapa besaran atau persentase kewajiban yang dianggarkan untuk penanganan virus corona.
Pihak Kementerian Keuangan yang kumparan hubungi juga enggan menjelaskan secara detail besaran yang diwajibkan untuk setiap daerah itu.
Namun dalam PMK Nomor 7 Tahun 2020 disebutkan, program yang diprioritaskan untuk bidang kesehatan nasional minimal 50 persen dari DBH cukai rokok yang diterima setiap daerah pada tahun berkenan dan tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Program-program di atas diprioritaskan pada bidang jaminan kesehatan nasional paling sedikit sebesar 50 persen (lima puluh persen) dari DBH CHT yang diterima setiap Daerah pada tahun berkenaan ditambah sisa DBH CHT tahun sebelumnya," tulis keterangan dalam aturan tersebut seperti dikutip Selasa (31/3).
Asosiasi petani tembakau pun merespons positif adanya peraturan pemerintah pusat tersebut. Apalagi, kebijakan tersebut demi kesehatan masyarakat.
"Kami petani tembakau bersyukur bisa memberikan sumbangsih melalui DBH CHT untuk pencegahan dan penanggulangan COVID-19, yang merupakan permasalahan negara saat ini," kata Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji.
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Namun, Agus menyayangkan sikap pemerintah yang selama ini dinilai kurang mendukung petani tembakau. Mulai dari kerangka kerja pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC), hingga kenaikan tarif cukai rokok di awal tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah seharusnya fair menempatkan komoditas strategis tembakau sebagai perkebunan rakyat yang terbukti memberikan kas sangat signifikan pada negara," katanya.
Per akhir Februari 2020, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 18,22 triliun, naik 93,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 9,43 triliun. Pertumbuhan cukai rokok ini paling tinggi di antara komponen cukai lainnya.
"Di saat ekonomi sedang turun karena pandemi COVID-19, para pemangku kepentingan sektor pertembakauan juga butuh perhatian pemerintah," jelasnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar, juga mendukung langkah pemerintah menggunakan dana bagi hasil cukai rokok untuk penanggulangan virus corona.
Selain cukai rokok, Sulami mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan dana Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) untuk upaya penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Namun kalau boleh memberikan masukan ke pemerintah sebaiknya dana PDRD juga bisa dialokasikan juga," kata Sulami.
Adapun dalam APBN 2020, pemerintah menganggarkan dana untuk penanganan dampak virus corona mencapai Rp 405,1 triliun.
Secara rinci, sebesar Rp 75 triliun akan dimanfaatkan untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan, serta anggaran untuk stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 150 triliun.